Sabtu, 15 Juni 2013

Mutilasi Suami 13 Potong – 2008

Potongan mayat yang ditemukan di bus kota Mayasari Bhakti terungkap milik sopir angkot G-03 jurusan Kalideres-Kotabumi Tangerang bernama Hendra. Tanpa diduga, pelaku pembunuhan sadis itu adalah Sri Rumiyati yang juga istri ke-4 dari Hendra. Pembunuhan ini dilakukan Rumiyati lantaran cemburu saat Hendraakan menghabiskan Idul Fitri dengan istri ketiga.
Jasad Hendra terpotong 13 bagian dalam 8 kresek warna merah. Potongan mayat itu ditinggalkan Rumiyati dengan 2 kantong di bus Primajasa arah Bandung, 3 kantong salam 1 kardus di bus Prima Asli arah Cirebon, 2 kantong di bus patas Mayasari dan 1 kantong berisi kepala di belakang kursi kemudi taksi berwarna putih



nb: kasus berikut saya cuplik dari kasus pembunuhan dengan mutilasi yang cukup senter di jakarta pada tahun 2008 (sumber: kaskus.co.id) tugas kalian adalah menelaah kasus ini, berdasarkan sumber2 yang tersedia di inet, berikut adalah deskripsi singkat kasus nya.

semua comment harus masuk maksimal hari minggu (16 Juni  2013) jam 0:00 

56 komentar:

Unknown mengatakan...

maaf ya karena kesalahan saya posting sebelumnya terhapus... akan saya sebutkan orang yang telah memposting
1. Diposkan oleh Rany Mariana ke Psikologi Forensik pada 12 Juni 2013 20.56
2. Alfia Rahmi pada 12 Juni 2013 22.22
3. Rachmat Syaifullah pada 13 Juni 2013 03.34
5. Muhammad Hafilh Ferrynopada 13 Juni 2013 07.11
6. Alvin Hadiyan pada 13 Juni 2013 07.31
7. Hirim Angelina pada 13 Juni 2013 08.54
8. Twindi Prettymaya pada 13 Juni 2013 23.53
9. Vin Ilmi pada 14 Juni 2013 07.50
10. Sofiani Murni pada 14 Juni 2013 17.00
11. Fany Meyrina pada 14 Juni 2013 19.12
12. Hilda Egan pada 14 Juni 2013 19.28

Unknown mengatakan...

13. Abednego Sembiring pada 14 Juni 2013 21.01
14. Ivano Eknar pada 15 Juni 2013 09.02
15. Maria Susanti pada 15 Juni 2013 09.07
16. Anggita Larasati pada 15 Juni 2013 10.15

bagi yang namanya terdaftar disini mohon postkan kembali ya... maaf sekali lagi dan terima ksih..

Anonim mengatakan...

Rany Mariana telah membuat komentar baru pada posting Anda.
Dua tahun lebih berumah tangga dengan Hendra, Sri Rumiyati mengaku hanya merasa bahagia pada enam bulan pertama. Namun, satu setengah tahun terakhir, Sri Rumiyati merasa seperti hidup di neraka. Sri Rumiyati sering disiksa dan dianiaya. Penyebabnya biasanya bukan masalah besar. Satu waktu Hendra marah karena penumpang (angkot) sepi sehingga tak dapat setoran. Lain waktu, Hendra mengamuk karena kesal dengan orang lain di terminal, tapi Sri Rumiyati yang jadi sasaran kemarahannya. Yang paling aneh, kalau sampai di rumah Hendra mendapati Sri Rumiyati sedang shalat, pasti Hendra akan menendang Sri Rumiyati sambil memaki.

Namun, di antara semua itu, tak ada yang membuat Sri Rumiyati lebih terhina atas kelakuan Hendra yang mengangkat telepon dari Dewi ketika sedang berhubungan suami-istri dengan Sri Rumiyati. Sri Rumiyati mendengar semua percakapan mereka.
Hendra tidak sungkan sedikit pun. Kadang Hendra bahkan berbohong dan bilang bahwa ia sedang di luar rumah. Bayangkan bagaimana terhinanya Sri Rumiyati . Dewi memang sering telepon atau SMS, tanpa kenal waktu, dan dengan kata-kata yang tidak pantas.

Persoalan demi persoalan yang terus mendera membuat Sri Rumiyati sering ingin kabur. Namun, Hendra selalu mencari Sri Rumiyati dan meminta maaf. Pernah, Sri Rumiyati sembunyi di rumah sahabat, tetapi akhirnya Sri Rumiyati terpaksa pulang karena Hendra menyebar gosip, Sri Rumiyati membawa kabur uangnya Rp 3 juta.
Setiba di rumah, dengan enteng Hendra berujar, cerita uang hilang itu cuma rekaan belaka. Lain waktu, Sri Rumiyati mau kabur, tetapi ketahuan. Hendra lalu mengancam akan menganiaya anak-anak Sri Rumiyati sampai cacat. Ini menjadi beban buat Sri Rumiyati . Apalagi, Hendra juga bilang, punya ilmu kebal. Malah Hendra mencoba meyakinkan Sri Rumiyati dengan menyayat kulit tangannya, tetapi tidak terluka.

Anonim mengatakan...

... lanjutan... Rany Mariana telah membuat komentar pada posting Anda.

Puncak kekesalan Sri Rumiyati terjadi pada 27 September 2008. Hari itu Hendra pulang menarik angkutan jam 22.00. Sampai di rumah Hendra masuk untuk menyimpan surat-surat mobil, lalu mereka sama-sama mengelap mobil angkot milik mereka. Setelah itu, Sri Rumiyati bikinkan kopi kesukaannya. Saat sedang minum kopi Hendra mengatakan bahwa Ia sedang stress menjelang lebaran kurang dua hari pakaian anak-istri belum terbeli. Ditambah istri ketiga Hendra, Dewi minta ini-itu. Sri Rumiyati kemudian menanggapi perkataan Hendra untuk meninggalkan dirinya saja, ditambah mereka belum memiliki anak dan mengembalikan dirinya pada Andi secara baik-baik.Ternyata kalimat terakhir Sri Rumiyati itu membuatnya marah. Hendra memang gengsi menyerahkan Sri Rumiyati kembali kepada Andi karena terlanjur janji akan menjaga dan merawat Sri Rumiyati . Makanya Hendra tidak mau memulangkan Sri Rumiyati ke Andi. Penuh emosi, Hendra memaki-maki Sri Rumiyati dengan kalimat yang enggak pantas dan dalam bahasa Minang yang Sri Rumiyati tak mengerti artinya. Hendra pun memukuli Sri Rumiyati berulang kali. Jarinya juga mendorong kepala Sri Rumiyati berkali-kali. Meski begitu, Sri Rumiyati masih bisa menahan emosi. Sri Rumiyati terima saja karena sudah terbiasa.
Sehabis makan, Hendra minta Sri Rumiyati mengekop dirinya. Karena, Hendra mengeluh masuk angin. Kemudian Hendra tidur dengan badan telanjang. Sri Rumiyati pun lantas ikut tidur. Tak lama berselang, Hendra mengajak berhubungan suami-istri. Hendra bangun, duduk sebentar, lalu tertidur lagi. Sebenarnya Sri Rumiyati enggan melayaninya. Sri Rumiyati masih sakit hati.
Tak berapa lama, Sri Rumiyati tahu Hendra mimpi dan mencumbu Sri Rumiyati. Sri Rumiyati terganggu dan bangun. Sri Rumiyati berkata “kamu mimpi ya” sambil mendorong Hendra karena kesal. Saat itu Sri Rumiyati yakin Hendra tidak sedang memimpikan Sri Rumiyati. Ini membuat Sri Rumiyati kesal. Sri Rumiyati berpikir, mengapa orang ini jahat sekali.

Saat itulah teringat semua perlakuan buruknya kepada Sri Rumiyati, termasuk hinaan-hinaan Dewi. Sri Rumiyati berpikir, kenapa dirinya masih saja dihina, padahal semua sudah ia lakukan. Makanannya selalu disediakan meski tidak dikasih uang. Pakaiannya pun tetap Sri Rumiyati cuci setiap hari. Di tempat tidur, Sri Rumiyati selalu siap melayani jam berapa pun. Sri Rumiyati juga ikut memikirkan utang-utangnya. Sri Rumiyati merasa sudah memberikan yang terbaik pada Hendra.

Sementara Hendra tertidur kembali, Sri Rumiyati pergi ke belakang rumah dan duduk di bangku sambil merokok. Saat masuk dan mencoba tidur lagi, ternyata tak bisa. Mungkin karena perasaan masih jengkel. Sri Rumiyati lalu jalan ke luar rumah, ke kamar mandi untuk buang air. Saat hendak kembali ke rumah, Sri Rumiyati tersandung batu koral sebesar kepala manusia yang biasanya digunakan sebagai bahan pondasi rumah. Batu itu membuat Sri Rumiyati nyaris terjatuh. Di sinilah semuanya bermula. Rasa kecewa, kemarahan, dan dendam yang menjadi motivasi utama Sri Rumiyati melakukan pembunuhan dan memutilasi Hendra, suaminya.

Anonim mengatakan...

... lanjutan.. Diposkan oleh Rany Mariana ke Psikologi Forensik pada 12 Juni 2013 20.56

Sri Rumiyati alias Yati (48) bertutur kepada wartawan bahwa dirinya memutilasi Hendra, suaminya karena meniru Ryan, inspirasi tersebut didapatnya dari tayangan televisi dan juga dari koran. Ia berpikiran agar tidak repot, untuk menghilangkan jejak jenazahnya, maka ia potong-potong saja Hendra seperti dilakukan Ryan.

Sri Rumiyati menghilangkan kedua telapak tangan Hendra bukan untuk menghilangkan sidik jari, tetapi karena menurutnya kedua telapak tangan Hendra sering menampar dirinya. Ia juga menghilangkan kedua telapak kakinya karena sering buat menendang dirinya.

Kepala Unit Satu Kejahatan dengan Kekerasan Polda Metro Jaya Komisaris Jarius Saragih, mengatakan, selama pengalamannya memeriksa pelaku kriminal, pelaku kejahatan memang lebih cepat terinspirasi dan lebih mudah meniru sajian tayangan televisi ketimbang membaca berita atau informasi dari media cetak.

Menurut Abdul Mun’im Idris, dokter ahli forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), latar belakang pembunuhan bisa bermacam-macam, mungkin karena dendam, amarah, atau hal lainnya. Namun, ide memutilasi korban baru ada ketika sudah terjadi pembunuhan, dengan tujuan utama untuk menghilangkan jejak. Cara ini diyakini diilhami dari kasus serupa sebelumnya yang banyak diekspos di media massa. Peniruan atau imitasi (copycat) kejahatan itu menurut Ade Erlangga Masdiana, kriminolog, merujuk pula pada teori imitasi oleh sosiolog asal Perancis, Gabriel Tarde (1843-1904). Society is imitation. Masyarakat selalu dalam proses meniru. Ketika orang tiap hari dicekoki nilai-nilai keras, kasar, masyarakat pada akhirnya meniru, Proses peniruan tersebut merujuk pula pada teori sosiolog asal Perancis, Gabriel Tarde, yang menyebut perilaku dalam masyarakat akan selalu saling tiru, tak terkecuali dalam hal perilaku kriminalitas. Dalam proses peniruan itulah media massa malah berperan sebagai fasilitator.

Menurut sumber (http://news.detik.com) kuasa hukum tersangka Haposan Hutagalung menyatakan kondisi kejiwaan dari tersangka mutilasi di bus Mayasari Bhakti, Sri Rumiyati (48) dalam kondisi normal. Sri Rumiyati ketika diwawancarai wartawan kerap menitihkan air mata saat menceritakan alasan perbuatannya. Juga saat rekonstruksi peristiwa memperagakan 58 adegan pembunuhan sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Mulai cara tersangka menghabisi korban suaminya Hendra, hingga saat tersangka memutilasi secara sadis dan hendak membuang sejumlah potongan tubuh korban. Sri Rumiyati juga nampak tak kuasa menahan haru saat memperagakan sejumlah adegan dalam reka ulang ini. Dapat dilihat adanya rasa penyesalan pada diri tersangka.

Anonim mengatakan...

... lanjutan.. Diposkan oleh Rany Mariana ke Psikologi Forensik pada 12 Juni 2013 20.56

Secara epistemologi, fenomena mutilasi menunjukkan keterkaitan antara berbagai aspek yaitu emosi, psikologis, kepribadian dan pola pikir manusia dalam berinteraksi dengan manusia lain. Apabila saat emosi negatif manusia tidak dapat mengendalikannya maka akan membuat kondisi psikologisnya tidak stabil, sehingga tingkah laku yang muncul seringkali tidak terkendali. Dalam hal ini manusia sulit untuk berpikir secara rasional dan lebih mengedepankan emosi daripada akal. Apalagi bila di dalam dirinya muncul rasa iri, kecewa, dendam dan amarah, hal ini dapat menjadi pemicu tindakan-tindakan yang bahkan tidak masuk akal. Dalam kasus mutilasi, kita dapat melihat bahwa mutilasi merupakan bentuk dari pelampiasan perasaan amarah yang tidak dapat dikendalikan. Seringkali korbannya adalah orang-orang dekat yang sering berinteraksi dengan pelaku. Karena sering berinteraksi maka dimungkinkan sering pula mengalami konflik yang dapat memicu tindakan mutilasi.



Sumber Bacaan :
http://journal424.wordpress.com/2013/02/10/maraknya-kasus-mutilasi-di-indonesia/
http://nasional.kompas.com/read/2008/11/11/10080099/Pengakuan.Sri.Rumiyati.Saya.Berharap.Tak.Dihukum.Mati.1.
http://www.sarapanpagi.org/media-bisa-menginspirasi-kejahatan-vt2423.html
http://news.detik.com/read/2008/10/28/144957/1027235/10/kondisi-kejiwaan-sri-rumiyati-normal?nd771104bcj
http://www.indosiar.com/fokus/keluarga-korban-histeris-saat-rekonstruksi_77163.html

Anonim mengatakan...

Diposkan oleh ivano eknar ke Psikologi Forensik pada 15 Juni 2013 09.02

Kasus mutilasi yang terjadi pada kasus ini sebenarnya didasari dari rasa sakit hati dan dendam yang dirasakan oleh Sri Mulyani kepada suaminya yang sering menyiksa fisik serta psikis dirinya dan ditambah bahwa suaminya lebih memberikan perhatian lebih kepada istrinya yang lain dan puncaknya suaminya merayakan hari raya Idul Adha bersama istri ke-4nya. Sebenarnya pemikiran memutilasi Sri timbul karena ia bingung untuk membuang jasad suaminya dan untuk memudahkannya. Pemikiran tersebut ia dapat karena ia mencontoh dari kasus Ryan Jombang dan mengikuti perilakunya tersebut untuk memutilasi mayat suaminya dan membuangnya ditempat yang terpisah.

Pemilihan tempat untuk membuang bagian tubuh suaminya pun dipilih agar suaminya dapat segera ditemukan dan agar dapat dikuburkan dengan layak. Seperti pengakuannya, ia tadinya berniat untuk membuang jasad suaminya ke laut tetapi niat tersebut diurungkan karena merasa kasihan bila nanti jasadnya tidak ditemukan dan dimakan ikan.

Menurut kriminolog Prof Ronny Rahman Nitibaskara, dalam menyelesaikan kasus kejahatan kriminolog tidak mengenal faktor penyebab tunggal (single factor caution), tapi dijawab oleh aneka faktor(multiple factor caution). Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah dari aspek psikologi pelakunya. Menurut teori psikoanalisis, tidak terpecahkannya konflik yang dihasilkan dalam trauma sejak masa kanak-kanak mengakibatkan ketidakteraturan kepribadian (mentaly disorder) dan tingkah laku agresif kepada seseorang. Apabila berbicara masalah perilaku yang agresif, kita tidak bisa lepas dari teori Freud, yaitu pada dasarnya manusia mempunyai dua insting dasar: insting seksual dan insting agresif. Insting seksual atau libido adalah insting yang mendorong manusia untuk mempertahankan hidup, mempertahankan jenis, dan melanjutkan keturunannya. Adapun insting agresif adalah insting yang mendorong manusia untuk menghancurkan manusia lain (Nitibaskara,1999).

Dari teori di atas cenderung pelaku membunuh dengan rasa benci atau dendam kepada korban, rasa dendam tersebut membuat sang pelaku ingin menghabisi sekaligus melenyapkan korban. Metode pemotongan ini di ambil untuk lebih mudah dalam menghilangkan jejak korban.Keadaan psikologis pelaku meliputi 2 sisi yang berbeda,:
Rasa benci dan dendam

Rasa benci dan dendam ini selalu bersamaan. Seorang pelaku memiliki rasa benci terhadap korban,hal ini dikarenakan perlakuan koraban terhadap sang pelaku yang membuat si pelaku tersiksa dan sakit hati. Hal tersebut menimbulkan dendam di hati pelaku. Sang pelaku mulai merencanakan untuk membalaskan dendam tersebut. Itulah mengapa tak jarang seorang istri membunuh suami. Perlakuan suami terhadap istri cenderung menuju ke fisik atau kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini telah terjadi baru – baru ini. Seorang istri memutilasi suaminya sendiri saat sang suami sedang tidur lelap.

Kesenangan atau fantasi pelaku

Selain rasa benci atau dendam sang pelaku juga memiliki rasa puas atau fantasi setelah membunuh korban. Seperti hal nya kasus Rian di jombang, korban yang di bunuh pelaku tidak sedikit. Ini membuktikan bahwa sang pelaku memiliki fantasi dalam membunuh dengan memutilasi korban.

Dalam kasus ini, Sri Rumiyati cenderung ke teori Benci dan dendam kepada suaminya. Itu terbukti dari pengakuan dirinya yang memang memendam rasa benci akibat perlakuan kasar suaminya serta rasa cemburunya akibat kurangnya perhatian si suami itu sendiri. Sedangkan Sri Rumiyati memutilasi suaminya dikarenakan awalnya bertujuan untuk membuang jasad suaminya yang lebih besar dari dia serta modelling dari media massa yang menampilkan kasus seseorang yang juga memutilasinya. Maka dari itu peran media massa dalam perilaku mutilasi yang dilakukan Sri berperan besar menurut saya.

http://arjunsakagoblog.wordpress.com/2012/08/10/mutilasi/
nasional.kompas.com/read/2008/11/11/10230112/Pengakuan.Sri.Rumiyati.Saya.Berharap.Tak.Dihukum.Mati.2
http://www.suaramerdeka.com/v2/index.php/read/cetak/2008/07/31/24377/Psikologi-Forensik-Kasus-Mutilasi

Anonim mengatakan...

Rachmat Syaifullah telah membuat komentar pada posting Anda. Diposkan oleh Rachmat Syaifullah ke Psikologi Forensik pada 13 Juni 2013 03.34

Menurut saya kasus Sri Rumiyati motifnya rasa cemburu dan kemamarah. sri merasa waktu yang diberikan kurang cukup karena terbaginya waktu untuk istri ketiganya suaminya dan sri merasaan hanya jadi pelampiasaan kemarahan hendra ketikah ada masalah dengan istri ketiganya. Puncak kemamarah Sri Rumiyati ketikah pelaku cemburu ketika Hendra mengutarakan niatnya merayakan hari raya Idul Fitri bersama istri ketiganya. Merasa kesal, pelaku lantas membunuh suaminya dan menjelang subuh Sri Rumiyati ketakutan, makaya timbul ide untuk memutilasi lalu memotongnya ke dalam 13 bagian dan memasukkannya ke delapan tas kresek warna merah.

kronologi kasus Sri rumiyati yang membunuh suaminya dengan memutilasi 13 bagian tubuh yang terpotong :
Teka teki pelaku sadis mutilasi tubuh sopir angkot G - 03 jurusan Kalideres - Kotabumi Tangerang menjadi 13 potongan akhirnya terkuak juga. Setelah polisi yang bekerja keras tanpa mengenal waktu meringkus Sri Rumiyati, yang sebenarnya istri ke 4 korban mutilasi Hendra dari tempat persembunyiannya di rumah orang tuanya di daerah wisata Kopeng, Temanggung, Jawa Tengah.
Potongan mayat yang ditemukan di bus kota Mayasari Bhakti terungkap milik sopir angkot G-03 jurusan Kalideres-Kotabumi Tangerang bernama Hendra. Tanpa diduga, pelaku pembunuhan sadis itu adalah Sri Rumiyati yang juga istri ke-4 dari Hendra. Pembunuhan ini dilakukan Rumiyati lantaran cemburu saat Hendraakan menghabiskan Idul Fitri dengan istri ketiga.

Jasad Hendra terpotong 13 bagian dalam 8 kresek warna merah. Potongan mayat itu ditinggalkan Rumiyati dengan 2 kantong di bus Primajasa arah Bandung, 3 kantong salam 1 kardus di bus Prima Asli arah Cirebon, 2 kantong di bus patas Mayasari dan 1 kantong berisi kepala di belakang kursi kemudi taksi berwarna putih. dan Jasat Hendra ditemukan di bus kota Mayasari Bhakti tanpa kepala, tangan dan dubur, hal ini dilakukan, untuk menghilangkan jejak barang bukti yang menunjukkan potongan tubuh itu adalah Hendra.

Berkat keuletan polisi dalam hal ini tim penyidik - akhirnya potongan tubuh di bus Mayasari Bhakti itu diyakini milik korban Hendra yang dimutilasi istri keempatnya Sri Rumiyati. Polisi masih mencari sisa potongan tubuh korban yang lain.

Perbuatan sadis Sri Rumiyati yang menghabisi suaminya sendiri Hendra, menurut dari sumber layak yang layak dipercaya memang baru pertama kalinya dilakukan oleh seorang wanita sebagai ibu rumah tangga.
Pada akhirnya Sri Rumiyati, terdakwa kasus pembunuhan disertai mutilasi terhadap suaminya, dituntut hukuman seumur hidup. Dalam sidang di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, Selasa (30/6), jaksa penuntut umum menilai terdakwa terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap suaminya, Hendra. Menurut jaksa, perbuatan terdakwa sangat meresahkan masyarakat.
www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=14&dn=20081028155757
http://murtiyoso.blogspot.com/2013/03/inilah-8-kasus-pembunuhan-mutilasi.html

Unknown mengatakan...

Setelah saya analisis kasus ini, dimana kasus kriminal ini dilakukan oleh Sri (48) tahun yang membunuh suaminya dengan metode multilasi, mempunyai motif yang sangat mendasar, yakni kekerasan rumah tangga yang dialami oleh Sri sendiri. Kekerasan dalam rumah tangga seringkali terjadi dalam kalangan orang yang status sosialnya rendah. Hal tersebut terjadi dikarenakan berbagai faktor seperti ekonomi. Faktor ekonomi ini adalah faktor penunjang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Namun menurut kriminlog Prof Ronny Rahman Nitibaskara, dalam menyelesaikan kasus kejahatan kriminolog tidak mengenal faktor penyebab tunggal (Single Factor Caution), tapi dijawab oleh anek faktor (Multiple Factor Auction). Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah dari aspek psikologi pelakunya. Menurut teori psikonalisis, tidak terpecahkannya konflik yang dihasilkan dalam trauma sejak masa kanak – kanak mengkaibatkan ketidakteraturan kepribadian (Mentally Disorder) dan tingkah laku agresif seseorang. Apabila berbicara tingkah laku agresif, kita tidak bisa lepas dari teori Freud, yaitu pada dasarnya manusia mempunyai 2 insting dasar, yakni insting seksual dan insting agresif. Jadi bisa dikatakan banyak faktor yang menyebabkan Sri melakukan mutilasi tersebut, satu faktor penyabab terjadinya mutilasi ini juga dikarenakan fantasi si pelaku. Dimana manusia tidak akan puas bila id nya belum terpenuhi, oleh karena itu pelaku melakukan mutilasi untuk memberikan kepuasan terhadap id, bukan hanya sekedar membunuh korban saja. Abrahamsen, seorang pakar psikologi kriminal membagi pembunuhan itu menjadi dua jenis, yaitu:
1. symptomatic murder,
2. manifest murder.
Symptomatic murder ialah seseorang melakukan pembunuhan karena terjadinya konflik jiwa, inner conflict, yaitu suatu konflik yang disebabkan oleh kebencian terhadap orang lain. Kebencian itu telah mengendap di dalam alam tak sadar sejak zaman kanak-kanak dan menjelma setelah dewasa dalam bentuk keinginan membalas dendam. Pembunuhan dapat dilakukan karena terjadinya gangguan-gangguan dorongan seksual atau disebabkan dorongan sikap agresif. Menurut Abrahamsen, motif pembunuhan dalam tipe ini biasanya karena memiliki kecemburuan kuat yang merupakan pendorong untuk melakukan pembunuhan. Teori Abrahamsen adalah teori yang dapat menggambarkan terjadinya kasus mutilasi yang dilakukan Sri. Dimana aspek psikologis pelaku yang terganggu dan kecemburuan kuat yang mendorong pelaku melakukan mutilasi. Kecemburuan Sri ketika pada saat idul fitri suaminya yang lebih memilih dengan istri ke-3 nya. Yang menarik perhatian saya adalah tindakan Sri membuang potongan tubuh korban ke 4 angkutan umum atau kendaraan yang berbeda. Jumlah kendaran tersebut sama dengan jumlah istri korban, menurut saya Sri ingin menggambarkan pembagian yang adil lewat tindakan mutilasinya. Sri divonis 15 tahun hukuman penjara terhitung tanggal 13 Juli 2009, diberatkan oleh pasal 338 KUHP perbuatan mutilasi yang dilakukan serta merta dan berakibat matinya korban. Sanksi: pidana penjara max. 15 tahun. Kasus Sri adalah hanya salah satu dari banyaknya kasus yang mutilasi yang terjadi. Semakin meningkatnya perkembangan zaman, semakin maraknya tindak kriminalitas yang terjadi. Erlangga Masdiana, Kriminolog asal UI melihat peningkatan tindak multilasi berkorelasi dengan kondisi masyarakat yang sakit akibat dari tekanan ekonomi dan sosial. Hal itu menyebabkan masyarakat mengalami stres ekonomi atau stres sosial. Kondisi masyarakat kita sedang sakit. Sesuai dengan hasil survei Jaringan Epidemologi Psikiatri Indonesia (1995), 185 dari 1.000 penduduk Indonesia menunjukkan gejala gangguan (sakit) jiwa.

Sumber:
http://herwingoernia19.blogspot.com/2010/10/studi-kasus-tentang-keluarga-tindak.html
http://www.suaramerdeka.com/v2/index.php/read/cetak/2008/07/31/24377/Psikologi-Forensik-Kasus-Mutilasi
http://labanursongo.blogspot.com/2011/01/makalah-mutilasi.html
http://dellneming1988.blogspot.com/2009/01/tinjauan-terhadap-kejahatan-mutilasi.html

Unknown mengatakan...

Sri Rumiyati melakukan pembunuhan terhadap suaminya dengan memutilasinya menjadi 13 potong. Polisi sempat menduga pelakunya adalah seorang preman, karena pada tubuh Hendra yang berprofesi sebagai supir itu terdapat tato berbentuk macan. Selain itu ahli forensik juga menduga pelakunya orang yang profesional karena melihat kerapian dari potongan-potongan mayat itu. Namun dua hari menjelang Idul Fitri, Yati akhirnya berhasil dibekuk aparat di Brebes, Jawa Tengah. Dari pengamatan ahli forensic berdasarkan potongan tubuhnya, maka dapat disimpulkan bahwa pelaku melakukan mutilasi dalam keadaan sadar. Yati mengaku, ia punya pikiran untuk menghabisi Hendra karena dendam yang sangat mendalam. Selama menjadi istri Hendra, Yati kerap mendapat perlakuan kasar seperti ditampar, dipukul, bahkan disundut rokok, ia juga pernah diancam akan dibakar hidup-hidup oleh Hendra. Pada pihak polisi, Yati mengaku dendam pada suaminya, karena kerap menyiksa dirinya. Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Tinggi Banten, menyatakan terdakwa dikenakan pasal berlapis, yakni dakwaan primer pasal 340 KUHP yang berisi “Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, dancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.” Juga subsider pasal 338 KUHP yaitu “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.” dan lebih subsider pasal 351 ayat 3 KUHP yang berisi “Barang siapa yang melakukan penganiayaan Jika mengakibatkan kematian, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”. Selain itu, Yati menuturkan pula motivasi inspirasi pemutilasian itu. Secara jujur ia mengakui adegan mutilasi itu meniru pemutilasian yang dilakukan Ryan (pria penjagal dari Jombang yang menghilangkan 11 nyawa dan memutilasi Heri Santoso menjadi 7 bagian) yang ia lihat dari televisi dan media massa.

Media massa cenderung kian menginspirasi orang dalam melakukan kejahatan. Ade Erlangga Masdiana, kriminolog dari Universitas Indonesia menerangkan, media menjadi alat pembelajaran bagi pelaku dalam mengemas perbuatan kriminal. Dalam hal ini Masdiana menilai, tayangan atau informasi adegan tindakan kejahatan yang dipublikasikan media kadang susah dikontrol sehingga mempengaruhi pola pikir dan memotivasi serta menginspirasi pada benak pelaku kejahatan untuk menirunya. Bagi seseorang yang secara terus-menerus menyaksikan adegan tersebut dan dalam posisi tertentu menurut Masdiana akan terinspirasi atau meniru untuk melakukannya. Erlangga menjelaskan, mekanisme peniruan atau imitasi terjadi baik secara langsung (direct effect) maupun tertunda (delayed effect). Bagi orang dewasa, dampaknya tertunda. ”Orang dewasa bisa melakukan hal yang sama seperti di televisi ketika ia berada pada kondisi yang serupa seperti peristiwa di televisi itu,” kata Erlangga. Erlangga mengatakan, pada kasus mutilasi, Sri Rumiyati (48) yang membunuh suaminya, Hendra, mengaku memutilasi karena terinspirasi Ryan. Rumiyati lalu membuang sebagian potongan tubuh Hendra di dalam bus. Sri Rumiyati alias Yati (48), mengaku memotong-motong tubuh suaminya karena terinspirasi Ryan. Yati melakukan semua itu dengan sadar. Yati mengatakan, awalnya dia hanya berniat menghabisi sang suami dan tak berniat memutilasinya. Namun, ketika sang suami telah tewas, ia kebingungan untuk menyembunyikan mayatnya. Peniruan atau imitasi (copycat) kejahatan itu menurut Erlangga, merujuk pula pada teori imitasi oleh sosiolog asal Perancis, Gabriel Tarde (1843-1904). ”Society is imitation. Masyarakat selalu dalam proses meniru. Ketika orang tiap hari dicekoki nilai-nilai keras, kasar, masyarakat pada akhirnya meniru,”.

Unknown mengatakan...

.... lanjutan...
Pendapat ini diamini pakar psikologi forensik Reza Indra Giri Amriel. Menurut Reza, salah satu penyebab kasus mutilasi ini akibat copy criminal cat, yakni sebuah tindak pelaku kejahatan dengan meniru yang sudah dilakukan pelaku sebelumnya akibat terinspirasi pada berita media yang menguraikan suatu tindakan kriminal yang berulang-ulang hingga menjadi bahan pembicaraan banyak orang.

Kepala Unit Kejahatan dengan Kekerasan Polda, Metro Jaya Komisaris Jarius Saragih membenarkan pernyataan Yati ini. “Setelah Hendra saya bunuh, saya langsung terbayang-bayang dan terangsang untuk mengikuti adegan yang pernah saya lihat itu,” kata Saragih menirukan pengakuan Yati. Saragih juga menyampaikan pengakuan Yati mengenai seringnya Yati melihat perkembangan berita Ryan melalui televisi maupun media cetak. Selama ini, Saragih mengaku sering menemukan para pelaku tindak kejahatan yang berhasil disidik polisi mengakui perbuatannya karena meniru sajian media massa, terutama tayangan televisi.

Terlepas dari latar belakang pelaku tindak kejahatan (pemutilasi) karena sakit hati, dendam atau mengalami gangguan jiwa, pengaruh media massa baik cetak maupun elektronik terhadap perilaku sosial di masyarakat memang sudah menjadi kajian cukup lama. Pada tahun 1977 sebuah riset yang dilakukan Albert Bandura menemukan, media televisi disebut sebagai salah satu pendorong peniruan lebih dominan dalam perilaku kejahatan, termasuk mutilasi. Begitupun hasil penelitian yang dilakukan Doris Graber tahun 1980 di Amerika Serikat, dimana 94 persen responden dari penelitian itu menyatakan media massa menjadi sumber informasi utama mengenai berita kejahatan dan peradilan.
http://www.beritaindonesia.co.id/nasional/315-mutilasi-dan-media-massa
http://lipsus.kompas.com/mudikkompas/read/2008/10/31/06280438/Tersangka.Mutilasi.Sebar.Potongan.dalam.Delapan.Kantong
http://lipsus.kompas.com/mudikkompas/read/2008/10/30/06194420/Yati.Terinspirasi.Ryan
http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/10/04034055/media.bisa.menginspirasi.kejahatan
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4fb6bb85b3c29/ancaman-pidana-bagi-pelaku-pengeroyokan-yang-mengakibatkan-korban-tewas
http://starbrantas.blogspot.com/2013/01/pasal-338-367-kuhp.html
http://anggun90.wordpress.com/2009/02/20/pasal-340-kuhp/

alfinpriyandono mengatakan...

Menurut saya kasus ini dilatar belakangi oleh rasa dendam dan sakit hati yang kuat, kekerasan fisik yang dialami SR menguatkan motif dia dalam kasus pembunuhan ini. Terlihat telapak tangan dan kaki korban sengaja dihilangkan bukan dikarenakan ingin menghilangkan sidik jari tetapi SR menghilangkan itu dikarenakan tangan dan kaki korban menjadi alat untuk melakukan kekerasan terhadap SR.

Perihal memutilasi, SR terinspirasi dari kasus Ryan Jombang melalui berbagai media dan yang paling menginspirasi SR untuk melakukan mutilasi yaitu tayangan televisi selain media cetak. Alasan lain yang melatar belakangi SR melakukan mutilasi yaitu agar tidak repot dalam menghilangkan jejak.

Kepala Unit Satu Kejahatan dengan Kekerasan Polda
Metro Jaya Komisaris Jarius Saragih, Sabtu (8/11),
mengatakan, selama pengalamannya memeriksa
pelaku kriminal, pelaku kejahatan memang lebih cepat
terinspirasi dan lebih mudah meniru sajian tayangan
televisi ketimbang membaca berita atau informasi dari
media cetak.
Hal senada diungkapkan dokter ahli forensik Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Abdul Mun’im Idris.
Ia mengatakan, kasus mutilasi sudah ada sejak tahun
1970-an. Namun, paling kerap terjadi tahun ini karena
nyaris setiap bulan ada kasus mutilasi. Yang ia tangani
saja sudah delapan kasus sepanjang tahun 2008.
Menurut Mun’im, latar belakang pembunuhan bisa
bermacam-macam, mungkin karena dendam, amarah,
atau hal lainnya. Namun, ide memutilasi korban baru
ada ketika sudah terjadi pembunuhan, dengan tujuan
utama untuk menghilangkan jejak. Cara ini diyakini
diilhami dari kasus serupa sebelumnya yang banyak
diekspos di media massa.
”Yati, misalnya, ketika kami periksa, dia memang
mengaku mengikuti kasus Ryan dari televisi dan media
cetak, tetapi setelah membunuh suaminya. Segera
terbayang tayangan kasus Ryan ketika memutilasi.
Bayangan Ryan memutilasi inilah yang merangsang
dia meniru segera,” kata Saragih.
Saragih memberi contoh lain, yaitu ketika dia menjabat
Kepala Investigasi Detasemen 88 Antiteror, ia
menangkap pelaku pengeboman di restoran cepat saji
di Kramat Jati, Jakarta Timur. Pelaku mengaku bukan
anggota jaringan teroris dan hanya meniru pembuatan
bom dari televisi.
”Lihat, ikuti, lihat, ikuti. Ibaratnya, tayangan televisi itu
mudah diterima semua umur, sedangkan media cetak
dipengaruhi penggunaan bahasanya. Bahasa cetak
kadang kurang komunikatif bagi pembaca, apalagi
yang berlatar pendidikan kurang memadai, juga ada
risiko lupa,” kata Kepala Satuan Kejahatan dengan
Kekerasan Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar
Fadhil Imran.
Petak umpet
Fadhil Imran mengatakan, dalam kasus mutilasi
Hendra, polisi melihat ”gairah Yati bermain”. Setelah
memutilasi korban, dia rajin mengikuti kasusnya lewat
tayangan televisi dan media cetak.
Saat muncul berita yang menyatakan pelaku diduga
memakai celana pendek dan merokok, maka Yati
mengatakan kepada tetangga dan kawan-kawan dekat
korban bahwa suaminya pergi dengan seorang
perempuan cantik yang bercelana pendek dan suka
merokok.
”Kami sempat terkecoh karena sebagian saksi yang
kami periksa adalah orang-orang yang tertipu
pernyataan Yati. Yati sendiri kemudian mengubah
perilaku dan penampilannya. Menurut dia, strategi itu
juga ia pelajari dari Ryan,” kata Fadhil.

nasional.kompas.com/read/2008/11/10/00541721/yati.berbuat.jahat.setelah.meniru.ryan

Unknown mengatakan...

Motif dari pelaku melakukan hal tersebut adalah sering merasa disakiti dan kecemburuan yang dipendam sejak lama, sehingga pelaku bisa melakukan hal tersebut. Selain itu motif ekonomi ditambah "status" pelaku sebagai istri ke-4 korban juga memicu terjadinya mutilasi.

Dari penelitian yang dilakukan tentang harga diri istri yang dipoligami “masing-masing subjek sebagian besar adalah merasakan perhatian yang kurang dari seorang suaminya atau berbeda dari sebelum subjek dipoligami dan kekerasan yang dialami oleh subjek dan keluarganya. Tiap subjek merasakan perhatian yang berbeda dari suaminya kepada subjek dan keluarganya seperti sebelum subjek dipoligami, dan subjek cenderung merasakan kekerasan dalam rumah tangganya serta subjek merasa malu, sakit hati dan kecewa serta perasaan inferior. Sehingga berkaitan dengan harga diri, dampak yang ditimbulkan oleh poligami menyebakan subjek cenderung memiliki penilaian diri yang negatif.

Sarlito Sarwono mengatakan, “Bisa jadi orang itu melakukan mutilasi karena dilanda kebencian yang berlebihan. Terjadi ledakan kemarahan karena ia merasa terhina atau cemburu. Kasus-kasus seperti itu biasanya berlangsung secara spontan dan tidak terorganisasi”.

Beliau juga menambahkan jika yang terjadi sekarang kebanyakan dipicu oleh media massa. Pelakunya nonton televisi dan membaca koran yang kemudian berpengaruh pada pola pikirnya untuk melakukan kejahatan seperti itu. Dengan kata lain, pelaku meniru peristiwa sebelumnya yang dilakukan oleh pelaku lain.

Sumber: http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=212833
Romlah, Siti. (2008). Harga Diri Istri yang Dipoligami. Depok : Universitas Gunadarma

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Muhammad Hafilh Ferryno mengatakan...

Dari hasil telaah yang saya temukan di internet maka dapat saya ketahui bahwa Rumiyati (Tersangka) yang juga merupakan istri korban melakukan pembunuhan kepada sang suami (Hendra atau burung) tanpa direncanakan terlebih dahulu. Ia melakukan pembunuhan setelah mmengalami pertengkaran besar dengan sang suami dikarenakan tersangka cemburu karena sang suami tidak hadir saat idul fitrdan lebih memilih menghabiskannya dirumah istri ke-3, lalu sang istri sudah tidak tahan dengan sikap sang suami yang kasar dan ringan tangan sehingga ia memutuskan untuk membunuh sang suami. Pembunuhan tersebut dilakukan tersangka dirumah kontrakan yang ia tempati bersama hendra di kampong teriti, desa karet, kecamatan sepatan kabupaten tangerang. Pembunuhan dilakukan tersangka dengan menghantamkan batu ke kepala suaminya hingga tewas saat sang suami sedang beristirahat. Lalu untuk menghilangkan jejak pembunuhannya tersangka pun melakukan mutilasi kepada sang suami dengan memotong bagian tubuh korban menjadi 13 bagian dengan golok, kemudian potongan tubuhnya ini dibuang secara terpisah ke berbagai tempat seperti bus Mayasari Bakti P-64 jurusan kalideres-Pulo Gadung, Bus Primajasa, Asli prima dan bagian kepala korban ditinggal ditaksi berwarna putih.
Dari hasil telaah yang saya lakukan dapat saya juga dapat mengetahui bahwa tersangka bisa berpikir melakukan tindakan mutilasi dikarenakan ia terinspirasi oleh banyak pemberitaan ditelevisi mengenai kasus mutilasi yang dilakukan ryan jombang sehingga tersangka pun memutuskan untuk meniru dan melakukan mutilasi yang berguna untuk menghilangkan jejak pembunuhan yang ia lakukan. Bahkan untuk memantapkan niatnya menghilangkan bukti pembunuhannya tersebut tersangka sampai bertanya ke tukang potong sapi bagaimana cara memotong daging yang benar. Saya juga menemukan beberapa fakta yang menarik setelah melakukan telaah seperti tersangka yang dengan sengaja menghilangkan kedua telapak tangan korban bukan karena untuk menghilangkan sidik jari tetapi karena kedua telapak tangan korban sering digunakan untuk menampar tersangka begitupula dengan kedua telapak kakinya juga dihilangkan oleh tersangka karena sang korban sering mengunakan kedua kakinya untuk menendang tersangka. Lalu ada fakta lain seperti sikap tersangka yang rajin mengikuti kasusnya lewat tayangan televisi dan media cetak. Tersangka juga lebih sering merubah perilaku dan penampilannya ketika berada dimedia yang menurut pihak berwajib hal itu dipelajarinya dari kasus ryan jombang.

Muhammad Hafilh Ferryno mengatakan...

Karena perbuatannya tersebut tersangka pun dituntut terbukti melanggar pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana seperti dalam dakwaan primer namun akhirnya tidak terbukti karena pembunuhan yang dilakukan oleh tersangka tidak direncanakan dikarenakan hal tersebut akhirnya tersangka didakwa melanggar pasal 338 KUHP karena terbukti melakukan pembunuhan tersangka pun divonis hukuman 14 tahun penjara. Kasus mutilasi ini mendapat banyak reaksi yang beragam dari masyrakat, banyak masyarakat yang merasa resah karena kasus ini dikarenakan perbuatan yang dilakukan tersangka terbilang cukup sadis dan mengerikan tapi juga banyak masyarakat yang memiliki reaksi empati kepada tersangka karena tersangka melakukan hal ini akibat kekerasan rumah tangga yang ia alami dan tersangka juga sudah menyadari bahwa hal yang ia lakukan salah.
Dari hasil telaah yang saya lakukan maka dapat saya komentari bahwa pembunuhan dan mutilasi yang dilakukan oleh rumiyati tersangka adalah jenis kejahatan yang termasuk jenis delik atau suatu tindakan melawan hukum yang telah dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggung jawabkan dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai perbuatan yang dapat dihukum. Bobot delik yang dilakukan oleh tersangka termasuk bobok delik yang sangat serius tersangka dapat dikenakan hukuman penjara bisa seumur hidup atau dalam waktu yang lama. Hal ini terlihat dari tersangka yang melakukan pembunuhan kepada sang suami awalnya didakwa dengan pasal 340 KUHP namun ternyata ditolak oleh hakim karena tersangka tidak terbukti melakukan pembunuhan tersebut dengan berencana karena tersangka melakukan pembunuhan tersebut secara langsung sehabis bertengkar dengan sang suami. Karena hal tersebutlah tersangka didakwa dengan pasal 338 KUHP dan terancam hukuman 14 tahun penjara.
Menurut saya rumiyati termasuk pelaku pembunuhan yang memiliki simtom-simtom pelaku pembunuhan yang psikosis karena dalam melakukan pembunuhannya ia didasarkan atas emosi marah (Spontaneous Offense) yang ia rasakan terhadap sang suami yang terlalu sering melakukan kekerasan terhadap dirinya juga rasa cemburu yang muncul, lalu pembunuhan yang dilakukan oleh rumiyati termasuk pembunuhan yang tidak berencana karena dilakukan setelah ia bertengkar dengan sang suami. Mutilasi ia lakukan sebagai salah satu cara untuk menghilangkan bukti mayat bukan karena kebutuhan atau desakan yang ada pada dirinya. Ia pun membuang potongan tubuh korban masih Ia juga mengaku bersalah atas perbuatan yang ia lakukan terhadap sang suami.

Muhammad Hafilh Ferryno mengatakan...

Terakhir saya ingin mengomentari fakta yang menunjukan bahwa tersangka melakukan mutilasi tersebut dikarenakan ia sering melihat berita ditelevisi mengenai ryan jombang. Dari hal tersebut dapat saya analisa bahwa pengaruh media dalam memunculkan suatu peristiwa criminal pada masyrakat cukup besar terutama media televisi. Hal ini dikarenakan televisi masih merupakan satu-satunya hiburan utama bagi banyak masyrakat diindonesia sehingga banyak masyarakat kita yang terbilang sering menonton televisi termasuk berita criminal. Pada jaman pertama kali berita mengenai ryan jombang keluar banyak stasiun televisi yang memberitakan berita tersebut dari pagi hingga sore dan berulang-ulang sehingga hal ini dapat membuat masyarakat melakukan imitasi dan meniru perilaku tersebut baik secara langsung ataupun tidak langsung. Mungkin perilaku meniru ini tidak dialami oleh semua masyarakat karena banyak juga masyarakat yang berpendidikan tau mana yang pantas ditiru atau tidak, tetapi bagaimana dengan masyarakat kalangan bawah seperti rumiyati yang langsung meniru perilaku mutilasi karena sering diberitakan ditelevisi. Menurut saya seharusnya media terutama televisi lebih bisa memilah dan memilih mana berita yang pantas disiarkan ke masyarakat luas dan tentu saja dengan intensitas penyiaran yang tidak terlalu sering atau tidak berlebihan, lalu peran keluarga terutama orang tua kepada anak-anak dalam pengawasan acara yang boleh atau tidak boleh ditonton oleh sang anak menurut saya berperan penting dalam mengurangi proses meniru atau imitasi ini. Sehingga peristiwa seperti ini tidak terulang lagi diwaktu yang akan datang.
Terima Kasih
Daftar Pustaka :
http://www.sarapanpagi.org/media-bisa-menginspirasi-kejahatan-vt2423.html
http://news.detik.com/read/2008/10/28/144957/1027235/10/kondisi-kejiwaan-sri-rumiyati-normal?nd771104bcj

Unknown mengatakan...

Kasus pembunuhan mutilasi, menurut Reza Indra Giri Amriel, salah satu penyebab hingga seseorang tega membunuh dan memutilasi adalah trauma mendalam yang terjadi secara berulang-ulang hingga terjadi penumpukan beban sehingga pelaku mempunyai sifat benci, keras, dan mudah tersinggung yang akibatnya mudah untuk melakukan tindakan sadis. Seperti yang terlihat pada kasus dimana perlakuan tidak pantas yang dilakukan Hendra dan istri ke-3nya kepada rumiyati. Pembunuhan didasari karena rasa dendam dan marah yang dipendam kepada suami yang sering memaki dengan kalimat yang tidak pantas, memukuli berulang kali, jarinya juga mendorong kepala pelaku berkali-kali, dan pelaku terbiasa menahan emosinya

Dalam criminal profiling kasus ini pelaku membuat petunjuk agar mayat cepat ditemukan. Dari criminal profiling dapat di tentukan tempat pembuangan mayat adalah angkutan umum karena rumiyati berpikir kalau suaminya berkecimpung di dunia transportasi, selain itu daerah pembuangan mayat dilakukan dengan cara disebar di dalam bus daerah kali deres dekat daerah tangerang tempat tinggal pelaku.

Unknown mengatakan...

Tujuan Criminal profiling adalah membantu aparat penegak hukum dalam memprediksi dan mencari pelaku kriminal sehingga tersangka atau pelaku dengan mudah ditemukan. Criminal profiling merupakan salah cara atau teknik investigasi untuk mengambarkan profil pelaku kriminal, dari segi :
Demografi (umur, tinggi, suku) : pelaku dapat diketahui seiring dengan ditemukannya identitas korban dengan ciri-ciri yang ada pada tubuh korban seperti tato yang dimiliki hendra, sidik jari, rambut, warna kulit dapat dijadikan alat prediksi usia, suku korban agar cepat ditemukan oleh keluarga dan dilakukan penyidikan selanjutnya.
Psikologis (motif, kepribadian) : Motif masalah rumah tangga yang mendasari lebih karena rasa sakit hati dengan istri ke3 dan suami yang sering bersikap kasar. Keadaan psikologis dari pelaku dapat dilihat dari potongan-potongan yang dilakukan oleh pelaku apakah ia secara sadar tidak sadar dalam melakukan mutilasi serta kemahiran perilaku dalam mutilasi dan bagian tubuh apa saja yang di temukan. Pada kasus ini rumiyati secara sadar membunuh dan memutilasi korban awalnya ia memutilasi jari hendra terlebih dahulu karena ia teringat semua perlakuan hendra terhadapnya seperti menyundut rokok ke tubuh, membotaki rambut, memukul badan, serta menusuk leher dan dada. Rumiyati sendiri mengaku ia bingung bagaimana cara menguburkan korban dengan tubuh yang sangat besar dan akhirnya memutuskan untuk dimutilasi. Ia tidak ragu dan mengetahui cara memotong tubuh korban karena ia seorang pedagang ayam. Tipe kepribadian apa yang dimiliki pelaku A,B, atau C hingga melakukan pembunuhan serta tingkat intelegensi pelaku. Saat dilakukan pemeriksaan psikologis oleh pihak kepolisian, kondisi kejiwaan rumiyati dalam keadaan normal.
Modus operandi, dan seting tempat kejadian (scene) : Modus membunuh Hendra karena ingin terbebas dari rasa sakit hati atas hinaan yang selalu diberikan kepadanya. Selain itu karena ketidakadilan yang pada rumiyati terhadap istri ke3 yang selalu meminta kebutuhan untuk anak dan kebutuhan sehari-hari. Pelaku memutilasi korban karena terinspirasi dari berita mutilasi oleh Ryan. Ini menunjukkan adanya copycat syndrom dan modeling yang disebarkan melalui media hingga muncul inspirasi atas kebingungan pelaku dalam membuang korban. Saat olah tkp dapat diketahui alat apa yang ia gunakan untuk membunuh yaitu batu dan golok. Bagaimana cara rumiati membunuh korban, memperlakukan mayat korban dan cara pelaku melarikan diri ke temanggung dengan bantuan keterangan dari saksi.

Menurut Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S Pane, ingkat kesadisan tersangka dlm memutilasi korbannya disebabkan tiga hal Pertama, tersangka begitu sakit hati pada korban, sehingga menyebabkan cara pembunuhannya berbeda. Ada yang harus pelaku kerjakan setelah membunuh, yaitu memutilasi. Dengan cara membunuh saja belum cukup meredakan sakit hatinya. Alasan kedua, lanjut Neta, tersangka mendadak panik setelah mengetahui korban sudah tewas. Akibat dari kepanikan, pelaku berusaha menghilangkan jejak dengan memutilasi korban. ''Kepanikan tersebut lekat dengan ketakutan,'' Terakhir, pelaku memang memiliki kondisi kejiwaan yang tidak sehat alias kejiwaannya terganggu. Pelaku yang seperti ini, baru merasakan membunuh ketika memotong korbannya. Mereka tidak memiliki rasa bersalah. Selain itu, Neta mengatakan, ada tren untuk mengikuti kasus sebelumnya pada deretan kasus mutilasi yang terjadi.



Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2008/11/11/10080099/twitter.com
http://nasional.kompas.com/read/2008/11/11/10230112/Pengakuan.Sri.Rumiyati.Saya.Berharap.Tak.Dihukum.Mati.2.
http://vano2000.wordpress.com/2010/09/18/teknik-profiling-mengungkap-pelaku-kriminal/
http://www.suaramerdeka.com/v2/index.php/read/cetak/2008/07/31/24377/Psikologi-Forensik-Kasus-Mutilaswwwi
http://.republika.co.id/berita/nasional/hukum/13/03/14/mjmxb6-tiga-alasan-ini-bikin-pembunuh-lakukan-mutilasi

Unknown mengatakan...

Proses mutilasi yang dilakukan oleh Sri tidak langsung ia lakukan setelah membunuh Hendra, hingga subuh menjelang ia baru mulai merencanakan untuk memutilasi Hendra. Sri merasa takut akan dihakimi warga bila ia tahu bahwa suaminya tewas ditangannya sendiri, muncul dibenaknya akan proses peragaan adegan mutilasi oleh terdakwa Ryan jombang yang pernah ia saksikan disiaran televisi untuk menyingkirkan mayat suaminya. Salah satu penyebab kasus mutilasi ini akibat copy criminal cat, yakni sebuah tindak pelaku kejahatan dengan meniru yang sudah dilakukan pelaku sebelumnya akibat terinspirasi pada berita media yang menguraikan suatu tindakan kriminal yang berulang-ulang hingga menjadi bahan pembicaraan banyak orang. Sri langsung mencari golok untuk memotong tubuh Hendra yang jangkung itu, hal yang pertama ia potong adalah leher Hendra. Disini dapat dilihat bahwa Sri benar-benar ingin meyakinkan bahwa Hendra sudah tewas, karena dibagian leher merupakan bagian dari alur pernapasan manusia. Sri yang melakukan mutilasi mengaku bahwa ia tidak berani melihat mayat Hendra, ini dapat diketahui bahwa secara sadar Sri sendiri merasa takut dalam melakukan aksinya itu. Kepala Hendra segera dimasukkan kedalam kantong kresek oleh Sri dan disingkirkan ke dapur. Sri yang sebelumnya adalah pedagang potong ayam mengaku bahwa ia cukup lihay dalam memotong bagian tubuh suaminya itu, selanjutnya bagian tubuh yang ia potong adalah jari-jari Hendra. Hal ini dapat dilihat bahwa Sri menaruh kekesalan yang besar kepada Hendra yang kerap kali memukulnya dan menyulutkan rokok pada tubuhnya, Sri juga mengaku bahwa selama ia memotong jari tangan Hendra mengingatkan ia atas perlakuan kasar Hendra akan dirinya. Proses mutilasi ini tidak memakan waktu yang lama, kurang dari dua jam Sri dapat menyelesaikan 13 potongan bagian tubuh Hendra dengan rapih. Awalnya Sri mengaku bahwa ia ingin membuang bagian tubuh Hendra ke laut agar hilang jejak, tapi ia merasa kasian terhadap Hendra. Terlintas dibenaknya untuk membuang di dalam bus, karena Hendra memang bekerja ditransportasi tersebut. Hal ini kembali dapat dilihat, bahwa sebenarnya Sri masih dalam pikiran yang sadar dan masih merasa iba layaknya manusia normal meskipun ia sudah membunuh suaminya sendiri.
Setelah selesai melakukan proses mutilasi kepada Hendra, Sri memasukkan bagian tubuh Hendra ke dalam kardus. Ia melakukan beberapa tahap untuk membuang bagian tubuh suaminya itu. Pembuangan pertama dilakukannya diangkot mengarah kalideres, pembuangan kedua ia menitipkan kardus dibus jurusan Cirebon dengan mengatakan kepada kondektur bus bahwa sebentar lagi saudaranya menyusul, pembuangan ketiga Sri lakukan dari bus Pulo gadung mengarah ke Grogol, dan terakhir ia melakukan pembuangan bagian tubuh Hendra didalam taksi setelah ia turun dari bus Grogol, alasan Sri membuang bagian-bagian tubuh jasad Hendra agar ia segera ditemukan oleh pihak kepolisian. Sri memiliki keyakinan bahwa orang yang meninggaL secara tidak utuh arwahnya tidak tenang, hal ini yang membuat Sri merasa takut dan ingin membayar atas kesalahannya Setelah melakukan pembuangan terhadap jasad Hendra, Sri segera melarikan diri ke kampung halamannya. Ia merasa bersalah dan takut bila anak-anaknya mengetahui atas perbuatan kejinya itu.

Anonim mengatakan...

Diposkan oleh abednego sembiring ke Psikologi Forensik pada 14 Juni 2013 21.01

Motif dan alasan pelaku sebenarnya adalah masalah dalam rumah tangga. Bisa jadi ia sangat sakit hati atau sangat dendam. Sebenarnya banyak alasan yang bisa memotivasi pelaku untuk melakukan mutilasi, rasa cemburu, dendam, suami yang ringan tangan, seksualitas yang tak tersalurkan, dan mungkin nafkah yang kurang dalam kebutuhan sehari-hari. Bisa jadi itu adalah salah satu alasan pelaku melakukan mutilasi, karena pelaku sudah berumah tangga selain karena ia adalah istri keempat dan suaminya adalah ringan tangan dan hanya seorang supir angkot. Pelaku tergolong berani dan tidak ada rasa takut ketika membawa potongan tubuh. Sebab, yang namanya daging itu kan barang mudah berbau. Kalau dibiarkan berlama-lama di dalam bus pasti akan mudah tercium penumpang lain.
Bisa jadi, pelaku memang tidak mempunyai cukup alat atau sarana untuk membuang potongan tubuh korban yang lebih aman, seperti tas koper atau mobil pribadi maupun taksi. Jika ini benar, kemungkinan pelakunya berasal dari masyarakat kelas bawah yang tak punya ongkos untuk menumpang taksi sekali pun. Kalau pun benar ia berasal dari kelompok kelas bawah, membawa-bawa daging segar ke dalam bus yang penuh sesak saat arus mudik seperti sekarang ini tetap diperlukan keberanian luar biasa. Selain itu menurut saya pelaku adalah seorang eksibionis yang justru merasa puas kalau bisa menunjukkan dirinya hebat. Mungkin ia ingin membuat media massa gempar dan masyarakat mengakui keberaniannya.
Kecanggihan atau bahkan tingkat sadisme pelaku mutilasi yang korbannya ditemukan di dalam bus Mayasari Bhakti itu juga bisa dilihat dari caranya memotong-motong tubuh korban. Berbeda dengan kasus mutilasi sebelumnya yang biasanya dipotong di persendiannya, dalam kasus terakhir ini pemotongan dilakukan dengan menyayat dan mengiris daging korban seperti halnya mencincang daging hewan. Melihat cara pemotongannya, bukan tidak mungkin tingkat kemarahan pelaku pada korban sudah sangat luar biasa. Bisa jadi ia sangat sakit hati atau sangat dendam. Selain profesional dan sadis, pelaku tampaknya juga tergolong orang nekat dan berani. Hal ini dikarenakan media massa yang terlalu berlebihan dalam menayangkan berita, terutama dalam menayangkan berita kekerasan dan pembunuhan. Sehingga banyak terjadi copying dan menimbulkan keberanian seseorang dalam melakukan mutilasi.

Sumber informasi:
http://anjanie88.blogspot.com/2008/11/analisa-psikologi-seksualitas-pada_06.html
http://www.sarapanpagi.org/media-bisa-menginspirasi-kejahatan-vt2423.html

Anonim mengatakan...

Sofiani Murni telah membuat komentar.
Diposkan oleh Sofiani Murni ke Psikologi Forensik pada 14 Juni 2013 17.00

Sri Rumiyati seorang ibu rumah tangga dan istri dari Hendra seorang supir angkutan umum tega membunuh dan memutilasi korban menjadi 13 bagian dan membuangnya diberbagai tempat. Motif dari kasus pembunuhan dan mutilasi ini adalah rasa marah, kecewa, dan juga dendam yang dirasakan oleh tersangka (Sri Rumiyati) kepada korban yang berstatus sebagai suaminya (Hendra). Tersangka dan korban sudah menjalani hidup berumah tangga selama dua tahun, namun Tersangka hanya merasa hidup rumah tangganya bahagia pada enam bulan pertama. Korban yang hanya bekerja sebagai seorang supir angkutan tidak pernah disesalkan oleh tersangka, tersangka pun tetap melayani suaminya dengan penuh kasih sayang. Melewati masa enam bulan menjalani hidup berumah tangga tersangka sering sekali diperlakukan tidak baik oleh suaminya, tersangka sering menjadi tempat pelampiasan korban bila korban sedang kesal atau marah. Tersangka sering dipukul, ditendang, di cacimaki dan dihina. Perlakuan kasar korban tidak hanya secara fisik, melainkan juga secara psikologis, dan itu dilakukannya hampir setiap hari. Rasa sakit, kesal dan marah itu dirasakan oleh tersangka sudah sejak lama, tersangka tidak pernah membalas perlakuan korban, jika tersangka dipukul tersangka pun tidak akan membalas, begitupun jika tersangka ditendang dan dihina

Rasa kesal dan marah tersangka sudah terpupuk sejak lama, perasaan itulah yang mendasari motif pembunuhan dan mutilasi tersebut. Tidak hanya kesal dan marah, rasa kecewa dan iri pun melandasi dasar kasus pembunuhan ini. Tersangka merupakan istri keempat dari korban, dan tersangka merasa iri dan kecewa saat korban merayakan idul fitri bersama istri ketiganya. Tersangka merasa kecewa lantaran korban tidak mau merayakan idul fitri bersama dirinya setelah apa yang sudah dilakukan dirinya untuk korban.
Kasus mutilasi merupakan kasus kejahatan yang sangat keji, tidak hanya dibunuh tetapi korbannya juga dipotong-potong menjadi beberapa bagian. Kasus mutilasi adalah sebuah kasus yang dapat berkembang dengan cara meniru. Tak jarang pelakunya dapat melakukan tindakan ini dari meniru kejadian sebelumnya yang dipublikasikan melalui media televise, cetak, ataupun media masa. Seperti kasus yang saya komentari ini, pelakunya terinspirasi dari apa yang dilakukan oleh Ryan Jombang pada tahun yang sama. Sama seperti yang dikatakan oleh pakar Psikologi Forensik Universitas Surabaya Prof. Dr. Yusti Probowati, P.Si berdasarkan sumber http://whatindonews.com/id/post/2871
Pakar psikologi forensik asal Universitas Surabaya (Ubaya), Prof.Dr Yusti Probowati PSi menilai, semakin maraknya kasus mutilasi karena modeling yang diberitakan di media massa. "Ide mutilasi adalah dalam rangka menghilangkan jejak. Motif pembunuhan dan mutilasi itu berbeda dan media berperan besar karena aktif memberitakan kasus seputar mutilasi. Walaupun di blur, tapi kayak di tunjukan ini loh mutilasi," kata Yusti di Surabaya, Kamis (16/5/13). Yusti menambahkan, penyebab orang melakukan mutilasi diantaranya mengalami gangguan jiwa atau punya dendam tertentu. "Pada orang yang mengalami gangguan kejiwaan harusnya mendapatkan pertolongan, sehingga tidak membahayakan orang. Perlu tindakan preventif di masyarakat, artinya jika ada tanda-tanda yang aneh dari seseorang warga sekitar harus perhatian," ujarnya. Kompleksnya persoalan yang dihadapi masyarakat saat ini meyebabkan tingkat stress tinggi. Seperti persoalan ekonomi, masalah rumah tangga dan sebagainya. "Layanan kesehatan mental belum dilakukan oleh pemerintah. Selama ini layanan kesehatan gratis hanya menyasar ke sakit-sakit ringan, belum menyentuh kepada kesehatan mental, dan ini undang-undangnya masih di godok di DPR RI."

Maria Susanti mengatakan...

Kasus Mutilasi Pada Tahun 2008

Kasus mutilasi yang dilakukan oleh Sri Rumiyati dilakukan lantaran ia tidak menerima perlakuan suaminya karna menurutnya kurang adil dalam menjalani tugas sebagai suami. Banyak faktor lain yang membuat pelaku melakukan hal tragis seperti ini,diantaranya kecemburuan. Bila dilihat dari penegakan hukum, perlu dibedakan dalam mengambil keputusan serta jeratan hukum yang akan diberikan. Motive dari pelaku dalam melakukan pembunuhan terencana atau tidak itu pun menjadi pertimbangan penegakan hukum dalam mengambil keputusan. Dalam kasus ini pelaku melakukan pembunuhan secara tidak sengaja kepada suaminya. Pelaku merasa panic setelah membunuh korban dengan tabung gas elpiji 3 kg. Alhasil korban merasa kalab dan cemas harus melakukan apa, dan akhirnya membunuh korban dengan mutilasi. Berdasarkan KUHP pembunuhan di Indonesia diatur dalam Buku II Bab XIX tentang Kejahatan Terhadap Nyawa, Pasal 338 sampai dengan Pasal 350 KUHP Indonesia (selanjutnya ditulis KUHP). Dengan kejadian tersebut pelaku mendapatkan Pasal 338 KUHP, mengatur tentang sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Selain itu perlu adanya pertimbangan dari sisi Psikologis pelaku yang dimana ia tega melakukan hal keji seperti itu. Tujuannya seorang Psikolog akan didatangkan oleh pengadilan untuk membantu hakim membuat keputusan. Psikolog sebagai konsulen dapat memberikan laporan verbal (kesaksian ahli) atau tertulis yang diajukan kepada hakim. Dampak yang akan terjadi untuk kedepannya dari kasus ini adalah bertambahnya kasus yang sama terulang. Menurut saya dalam kasus seperti ini diperlukannya pendekatan kepada pelaku agar ia dapat menceritakan mengapa hal tersebut dilakukan kepada suaminya sendiri. Memberikan arahan serta bimbingan kepada pelaku untuk menjadi lebih baik demi kelangsungan hidupnya. Begitu pula dengan hukum yang berjalan, perlu dipastikan kembali setiap olah tempat kejadian perkara dan juga penegakan secara adil mengadilinya.

http://angelinasinaga.wordpress.com/2013/04/30/perbandingan-delik-pembunuhan-menurut-kuhp-indonesia-jepang-dan-argentina/
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=14&dn=20081028155757

Unknown mengatakan...

Adanya kasus Ryan Jombang menjadi pemicu Sri Rumiyati melakukan mutilasi terhadap suaminya ini. Hal tersebut berarti adanya pembelajaran modeling dari kasus Ryan Jombang tersebut terhadap Sri Rumiyati ini. Sri Rumiyati mengaku perilakunya tersebut terisnpirasi oleh Ryan Jombang. Menurut Haposan,kuasa hukum tersangka,kondisi kejiwaan Sri normal dan tindakannya termasuk profesional. Oleh karena itu, tindakan memutilasi suaminya sendiri tersebut bukan didasari karena kondisi kejiwaan yang tidak normal.
Rekonstruksi kejadian digelar di rumah kontrakan Sri Rumiyati. Dalam rekonstruksi ini, tersangka memperagakan 58 adegan pembunuhan sesuai Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Mulai cara tersangka menghabisi korban suaminya Hendra, hingga saat tersangka memutilasi secara sadis dan hendak membuang sejumlah potongan tubuh korban.Sri Rumiyati juga nampak tak kuasa menahan haru saat memperagakan sejumlah adegan dalam reka ulang tragedii pembunuhan mutilasi ini.Dari 58 adegan reka ulang itu terungkap, Yati melakukan pembunuhan dan mutilasi terhadap suaminya Hendra seorang diri.
Motif perilaku pembunuhan mutilasi ini didasarkan karena faktor sosial yang menjadi pemicunya. Kecemburuan, rasa tidak dihargai, rasa sakit hati, sekaligus dendam yang lama dipendam tersangka atas perlakuan suaminya tersebutlah yang menjadi faktor sosial penyebab ia memutilasi suaminya tersebut. Rasa yang ia simpan dalam hati menimbulkan rasa dendam pada diri Sri Rumiyati untuk membunuh suaminya.Perilaku memutilasi ini dilakukan bukan didasarkan atas kondisi kejiwaan Sri Rumiyati karena Sri dalam keadaan kondisi jiwa yang normal.Penyebab perilaku mutilasi ini jika dalam istilah hukum disebut dengan kejahatan susulan. Kejahatan susulan ini merupakan kejahatan susulan dari kejahatan pembunuhan dengan maksud menutupi kejahatan pembunuhan tersebut.Pelaku mutilasi beranggapan bahwa dengan memotong tubuh korbannya dalam beberapa bagian, hal tersebut dapat menyulitkan tim penyidik dalam mengusut kasus pembunuhan yang telah dilakukannya. Oleh karena itu, Sri Rumiyati melakukan mutilasi dan menyebarkan 13 potongan tubuh suaminya tersebut dalam 8 kresek warna merah yang ditinggalkan di empat kendaraan umum.
Motif pembunuhan mutilasi ini adalah rasa dendam. Hal tersebut dapat terlihat pada bagian tubuh korban yang terpotong adalah kepala. Pada bagian kepala yang ditemukan di di belakang kursi kemudi taksi berwarna putih. Rasa dendam Sri Rumiyati atas perilaku suaminya terhadap dirinya yang ia pendam sekian lama dalam hati itulah yang menjadi penyebabnya. Mutilasi dilakukan untuk menghilangkan identitas korban agar tersamarkan dan tidak mudah diketahui oleh polisi. Peletakkan korban di berbagai tempat pun dimaksudkan untuk menghilangkan jejaknya dari polisi.
Putusan majelis hakim yang menghukum Sri Rumiyati, pelaku kasus mutilasi ini dihukum selama 14 tahun penjara. Majelis hakim yang diketuai Halimah Potoh, berpendapat bahwa kasus mutilasi ini tidak ada unsur berencana. Mutilasi dilakukan setelah korban meninggal berawal dari perselisihan dalam rumah tangga. Karena itu, terdakwa terbukti melanggar pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.
Sumber Bacaan :
http://www.indosiar.com/fokus/keluarga-korban-histeris-saat-rekonstruksi_77163.html
http://news.detik.com/read/2008/10/28/144957/1027235/10/kondisi-kejiwaan-sri-rumiyati-normal
http://www.anneahira.com/pembunuhan-mutilasi.html
http://www.kapanlagi.com/plus/9-kasus-pembunuhan-mutilasi-paling-sadis-di-indonesia-1d20dd-2.html
http://nasional.kompas.com/read/2008/11/11/10080099/Pengakuan.Sri.Rumiyati.Saya.Berharap.Tak.Dihukum.Mati.1.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37031/5/Chapter%20III-V.pdf
http://www.pelita.or.id/cetakartikel.php?id=75198

Unknown mengatakan...

Kasus pembunuhan mulitasi yang dilakukan oleh Sri Rumiyati dilatarbelakangi rasa marah, sakit hati, dan dendam pelaku terhadap korbannya. Kondisi tersebut tentu saja merupakan gejala sosial yang mengkhawatirkan. Artinya kemampuan dirinya mengontrol rasa marah, keputusasaan dan ketidakmampuan menghadapi konflik dengan diri sendiri dan orang lain sudah di ambang batas. Pada kasus mutilasi, Sri Rumiyati (48) yang membunuh suaminya, Hendra, mengaku memutilasi karena terinspirasi Ryan, yang memutilasi Heri Santoso. Rumiyati lalu membuang sebagian potongan tubuh Hendra di dalam bus. Erlangga mengatakan, media massa yang memiliki efek paling kuat terhadap masyarakat dalam hal peniruan adalah televisi. ”Karena itu, tayangan rekonstruksi kriminalitas itu sebaiknya dihentikan karena sangat berbahaya. Televisi dan juga media cetak sebaiknya tidak lagi mengangkat pemberitaan kriminalitas secara detail,” kata Erlangga. Modus operandi, dan seting tempat kejadian (scene) : Modus membunuh Hendra karena ingin terbebas dari rasa sakit hati atas hinaan yang selalu diberikan kepadanya. Selain itu karena ketidakadilan yang pada rumiyati terhadap istri ke3 yang selalu meminta kebutuhan untuk anak dan kebutuhan sehari-hari. Pelaku memutilasi korban karena terinspirasi dari berita mutilasi oleh Ryan. Ini menunjukkan adanya copycat syndrom dan modeling yang disebarkan melalui media hingga muncul inspirasi atas kebingungan pelaku dalam membuang korban. Saat olah tkp dapat diketahui alat apa yang ia gunakan untuk membunuh yaitu batu dan golok.
Kejahatan mutilasi adalah jenis kejahatan yang tergolong sadis, dimana pelaku kejahatan tersebut tidak hanya membunuh atau menghilangkan nyawa orang lain melainkan juga memotong-motong setiap bagian tubuh korbannya. Menurut beberapa ahli kejahatan pidana, biasanya kejahatan ini terjadi tergantung pada keadaan psikis si pelaku, dimana si pelaku cenderung mengalami gangguan kejiwaan, pada pendapat lain ahli berpendapat bahwa kejahatan ini merupakan kejahatan susulan dari sebuah kejahatan pembunuhan yang dimaksudkan untuk menutupi kejahatan pembunuhan tersebut sehingga korban tidak diketahui keberadaannya ataupun jika diketahui maka akan mengelabui penyidik dalam mengungkap identitasnya. Mutilasi memiliki beberapa dimensi, seperti dimensi perencanaan (direncanakan-tidak direncanakan), dimensi pelaku (individu-kolektif), dan dimensi ritual atau inisiasi, serta dimensi, kesehatan atau medis. Dengan demikian, perbuatan memutilasi tidak dapat dipukul rata sebagai tindakan kriminal yang dapat dikenakan sanksi pidana. Apapun alasannya yang dikembangkan mengenai kejahatan mutilasi, seharusnya pelaku kejahatan ini dijerat dengan hukuman mati layaknya apa yang diatur dalam PASAL 340 KUHP ( tentang pembunuhan berencana), aparat penegak hukum diharapkan dapat menafsirkan dan mempersamakan kejahatan ini dengan kejahatan pembunuhan berencana walaupun dalam melakukannya setelah si korban mati duluan. mengingat bahwa pengaturan dan batasan pengertian tentang kejahatan ini tidak dijelaskan secara spesifik dan tegas didalam Undang-undang Hukum Pidana Indonesia.

http://korangua.wordpress.com/2008/10/30/yati-tersangka-mutilasi-pemotong-kepala-hendra/
http://nasional.kompas.com/read/2008/11/11/10080099/twitter.com

Unknown mengatakan...

Motif pembunuhan dilakukan karena didasarkan adanya perasaan cemburu terhadap korban. Sri Rumiyati (Tersangka) mengakui kesal dengan tingkah laku Hendra (Korban) yang suka bersikap kasar dan kurang adil terhadapnya . Sri Rumiyati juga mengakui bahwa persoalan demi persoalan yang terus mendera membuat dia sering ingin kabur. Namun, Hendra selalu mencarinya dan meminta maaf. Pernah, Sri bersembunyi di rumah sahabat, tetapi akhirnya dia terpaksa pulang karena Hendra menyebar gosip bahwa dia membawa kabur uangnya Rp 3 juta. Lain waktu, ketika Sri mau kabur, tetapi ketahuan. Hendra lalu mengancam akan menganiaya anak-anak sampai cacat. Ini menjadi beban buat Sri. Apalagi, Hendra juga bilang, punya ilmu kebal. Malah Hendra mencoba meyakinkan Sri dengan menyayat kulit tangannya, tetapi tidak terluka. Puncak kekesaln Sri terjadi pada 27 September. Rasa kecewa, kemarahan, dan dendam yang menjadi motivasi utama Sri Rumiyati melakukan pembunuhan dan memutilasi Hendra, suaminya.
Belakangan ini mutilasi tidak hanya digunakan dalam suatu kebudayaan dimana terdapat unsur-unsur dan nilai-nilai estetika dan nilai filosofis, tetapi Mutilasi sudah termasuk kedalam suatu modus operandi kejahatan dimana para pelaku kejahatan menggunakan metode ini dengan tujuan untuk mengelabui para petugas, menyamarkan identitas korban sehingga sulit untuk dicari petunjuk mengenai identitas korban, serta meghilangkan jejak dari para korban seperti memotong bagian-bagian tubuh korban menjadi beberapa bagian, seperti kepala, tubuh dan bagian-bagian lain tubuh, yang kemudian bagian-bagian tubuh tersebut dibuang secara terpisah. Maraknya metode Mutilasi ini digunakan oleh para pelaku kejahatan terjadi karena berbagai faktor, baik itu karena kondisi psikis dari seseorang dimana terjadi ganguan terhadap kejiwaan dari seseorang sehingga dapat melakukan tindakan yang dapat digologkan sebagai tindakan yang tidak manusiawi tersebut, karena faktor dari sosial, karena faktor ekonomi, atau karena keadaan rumah tangga dari pelaku. Pelaku kejahatan ini dijerat dengan hukuman mati layaknya apa yang diatur dalam pasal 340 KUHP (tentang pembunuhan berencana). Menurut kuasa hukum tersangka Haposan Hutagalung kepada wartawan usai olah TKP di Kampung Triti Desa Karet Kecamatan Sepatan, Tangerang, Banten Selasa (28/10/2008) Kondisi kejiwaan dari tersangka mutilasi di bus Mayasari Bhakti, Sri Rumiyati (48) dalam kondisi normal. Dia memutilasi korbannya secara profesional. Sri sama sekali tidak mengalami gangguan jiwa, dia sehat secara fisik maupun psikis. Dari keterangan kuasa hukum tersangka sudah sangat jelas bahwa motif pelaku melakukan pembunuhan merupakan faktor dari keadaan rumah tangga mereka.

Unknown mengatakan...

Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Mutilasi Berdasarkan Teori Psikologi Criminal
a.Personality Characteristic (sifat-sifat kepribadian)
Empat alur penelitian psikologis yang berbeda telah menguji hubungan antara kepribadian dengan kejahatan.
• Pertama, melihat pada perbedaan-perbedaan antara struktur kepribadian dari penjahat dan bukan penjahat;
• Kedua, memprediksi tingkah laku;
• Ketiga menguji tingkatan di mana dinamika-dinamika kepribadian normal beroperasi dalam diri penjahat; dan
• Keempat, mencoba menghitung perbedaan-perbedaan individual antara tipe-tipe dan kelompok-kelompok pelaku kejahatan.
Berdasarkan teori ini kemungkinan untuk dilakukannya sebuah kejahatan mutilasi yaitu dapat terjadi karena sifat-sifat kepribadian dari seseorang.

b. Teori Psikoanalisa, Sigmund Freud (1956-1939)
Teori psikoanalisa tentang kriminalitas menghubungkan delinquent dan perilaku criminal dengan suatu “conscience” yang baik dia begitu menguasai sehingga menimbulkan perasaan bersalah atau ia begitu lemah sehingga tidak dapat mengontrol dorongan-dorongan si individu, dan bagi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi segera. Sigmund freud, penemu sari Psychoanaliysis, berpendapat bahwa kriminalitas mungkin hasil dari “an overactive conscience” yang menghasilkan perasaan bersalah yang berlebih. Freud menyebutkan bahwa mereka yang mengalami perasaan bersalah yang tak tertahankan akan melakukan kejahatan dengan tujuan agar ditangkap dan dihukum. Begitu mereka dihukum maka perasaan bersalah mereka akan mereda.

Karena aksi yang dilakukannya ini Sri divonis 15 tahun hukuman penjara terhitung tanggal 13 Juli 2009, diberatkan oleh pasal 338 KUHP perbuatan mutilasi yang dilakukan serta merta dan berakibat matinya korban. Sanksi: pidana penjara max. 15 tahun. Kasus Sri adalah hanya salah satu dari banyaknya kasus yang mutilasi yang terjadi. Semakin meningkatnya perkembangan zaman, semakin maraknya tindak kriminalitas yang terjadi.

http://nasional.kompas.com/read/2008/11/11/10080099/twitter.com
http://dellneming1988.blogspot.com/2009/01/tinjauan-terhadap-kejahatan-mutilasi.html
http://news.detik.com/read/2008/10/28/144957/1027235/10/kondisi-kejiwaan-sri-rumiyati-normal?nd771104bcj
http://angelinasinaga.wordpress.com/2013/04/30/perbandingan-delik-pembunuhan-menurut-kuhp-indonesia-jepang-dan-argentina/

Unknown mengatakan...

Menurut saya motif utama dari pelaku terhadap korban, yaitu rasa dendam dan cemburu, serta beberapa masalah ekonomi. Seringnya si pelaku dianiaya dan dijadikan sasaran atas kemarahan korban selama ini merupakan faktor dendam yang tidak dapat ia tahan lebih lama lagi. Terlebih, menurut pelaku, ia selalu menuruti dan mengikuti apa mau si korban, hal ini tentunya menjadi salah satu faktor yang akhirnya membuat si pelaku semakin merasa marah dan kecewa kepada si korban.
Selain itu, mengingat sang pelaku adalah istri ke-4 yang berarti si korban menjalankan praktek poligami. Secara logika, keluarga yang berpoligami tentunya memiliki lebih banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, bukan hanya kebutuhan materi tetapi juga kebutuhan batiniah, seperti kasih sayang dan perhatian yang harus diberikan secara adil oleh si suami. Hal ini saya rasa juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kasus ini, sebagai seorang sopir angkot mungkin kebutuhan ekonomi keluarga ini kurang dapat terpenuhi, bisa kita lihat pada komentar dari Rany Mariana disitu disebutkan “Saat sedang minum kopi Hendra mengatakan bahwa Ia sedang stress menjelang lebaran kurang dua hari pakaian anak-istri belum terbeli. Ditambah istri ketiga Hendra, Dewi minta ini-itu.” Selain itu juga disebutkan “makanannya selalu disediakan meski tidak dikasih uang”.
Lalu, mengapa di mutilasi?
Pakar: Mutilasi marak karena pemberitaan
Pada kasus ini disebutkan “Sri Rumiyati alias Yati (48) bertutur kepada wartawan bahwa dirinya memutilasi Hendra, suaminya karena meniru Ryan, inspirasi tersebut didapatnya dari tayangan televisi dan juga dari koran. Ia berpikiran agar tidak repot, untuk menghilangkan jejak jenazahnya, maka ia potong-potong saja Hendra seperti dilakukan Ryan. Sri Rumiyati menghilangkan kedua telapak tangan Hendra bukan untuk menghilangkan sidik jari, tetapi karena menurutnya kedua telapak tangan Hendra sering menampar dirinya. Ia juga menghilangkan kedua telapak kakinya karena sering buat menendang dirinya.”
Pakar psikologi forensik asal Universitas Surabaya (Ubaya), Prof.Dr Yusti Probowati PSi menilai, semakin maraknya kasus mutilasi karena modeling yang diberitakan di media massa. "Ide mutilasi adalah dalam rangka menghilangkan jejak. Motif pembunuhan dan mutilasi itu berbeda dan media berperan besar karena aktif memberitakan kasus seputar mutilasi. Walaupun di blur, tapi kayak di tunjukan ini loh mutilasi," kata Yusti di Surabaya, Kamis (16/5/13).
Yusti menambahkan, penyebab orang melakukan mutilasi diantaranya mengalami gangguan jiwa atau punya dendam tertentu. "Pada orang yang mengalami gangguan kejiwaan harusnya mendapatkan pertolongan, sehingga tidak membahayakan orang. Perlu tindakan preventif di masyarakat, artinya jika ada tanda-tanda yang aneh dari seseorang warga sekitar harus perhatian," ujarnya. Kompleksnya persoalan yang dihadapi masyarakat saat ini meyebabkan tingkat stress tinggi. Seperti persoalan ekonomi, masalah rumah tangga dan sebagainya. "Layanan kesehatan mental belum dilakukan oleh pemerintah. Selama ini layanan kesehatan gratis hanya menyasar ke sakit-sakit ringan, belum menyentuh kepada kesehatan mental, dan ini undang-undangnya masih di godok di DPR RI."

sumber : http://whatindonews.com/id/post/2871

Unknown mengatakan...

Rumiyati alias Yati (48), tersangka pelaku kasus mutilasi dengan mayat ditemukan di dalam bus Mayasari Bhakti jurusan Kalideres-Pulo Gadung, ia melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap suaminya, Hendra. Hendra yang merupakan suami dari Sri Rumiyati sudah menikah empat kali dan Sri Rumiyati adalah istri keempat dari Hendra. Selama dua tahun lebih berumah tangga dengan Hendra, Hendra masih sering berhubungan dengan istri ketiganya, Dewi. Dewi sering telepon atau SMS, tanpa kenal waktu, dan dengan kata-kata yang tidak pantas. Selain itu, Sri Rumiyati sering disiksa dan dianiaya. Penyebabnya biasanya bukan masalah besar. September 2008 lalu, lantaran tak tahan lagi menerima siksaan dan hinaan Hendra, Rumiyati menimpa kepala suaminya yang tengah pulas dengan batu. Setelah itu dia bingung mencari cara menyingkirkan mayat Hendra. Kemudian Dia teringat berita kasus Ryan yang ditontonnya di televisi. “Tiba-tiba terlintas peristiwa mutilasi yang dilakukan Ryan yang saya tonton di televisi. Saya pikir, itu ide bagus.” kata Rumiyati kepada pers saat sudah ditangkap polisi. Dengan golok pinjaman, Rumiyati memotong-motong tubuh suaminya menjadi 13 bagian, lalu dimasukkan ke dalam tas plastik dan kardus.

Criminal Profiling
Motif pembunuhan yang dilakukan oleh Sri Rumiyati alias Yati terhadap suaminya adalah rasa sakit hati, penghinaan, serta siksan. Sri Rumiyati mengaku membunuh dan memutilasi suaminya Hendra karena sering disiksa. Dalam pemeriksaan Yati mengaku sering mengalami kekerasan seperti dipukul, disulut rokok, dan disiram minyak tanah. Selain itu, Sri Rumiyati juga merasa sakit hati terhadap sikap suaminya yang masih berhubungan baik dengan istri ketiganya. Faktor sosial dan ekonomi erat kaitannya dengan kasus ini, dimana perkerjaan Hendra yang hanya seorang supir dan Hendra pun menjalankan praktek poligami, kesulitan ekonomi yang dialami Hendra mengakibatkan tindakan KDRT yang dilakukannya terhadap Sri Rumiyati. Rasa kesal, amarah dan sakit hati yang Yati telah lama rasakan kemudian menimbulkan penumpukan beban sehingga pelaku mempunyai sifat benci dan rasa dendam kepada suaminya, yang berujung dengan melakukan tindakan sadis terhadap suaminya.
Menurut kuasa hukum Yati, Haposan Hutagalung, "Yati sudah mengakui perbuatannya. Hanya, perbuatan tersebut dilakukannya akibat akumulasi rasa sakit hati, penghinaan, serta siksan yang diterima selama menjadi istri Hendra. Kalaupun Yati sampai melakukan mutilasi, dilakukan secara spontan dan hanya supaya lebih mudah memindahkan mayat Hendra.” Ujar Haposan.
Dari ungkapan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Yati memutilasi korban karena terinspirasi dari berita mutilasi yang dilakukan Ryan yang ia tonton di televisi. Hal Ini menunjukkan adanya modeling atau imitasi yang pelaku lakukan akibat proses belajar yang ia peroleh melalui media massa. Walaupun tidak bisa itu dikatakan sepenuhnya terinspirasi dari kasus Ryan, karena tindakan pelaku dipengaruhi ole sikon, emosi, atau perasaan pelaku saat itu. Setelah membunuh korban dengan batu kemudian pelaku menggunakan golok untuk memotong-motong bagian tubuh korban. Pelaku dalam memotong bagian tubuh korban terbukti faktor emosi mempengaruhi pola potongan, hal ini ditunjukkan oleh kutipan berikut.
“Mula-mula jari-jarinya. Saat memotong jemari Hendra, saya teringat semua perlakuannya terhadap saya. Oh, jari-jari ini yang menyiksa, di antaranya menyundut rokok ke tubuh saya, membotaki rambut, memukul badan, serta menusuk leher dan dada saya”.

Sumber: http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=413894b7e2c6dfc6e8a0e9f18287e3c4
http://nasional.kompas.com/read/2008/11/11/10080099/Pengakuan.Sri.Rumiyati.Saya.Berharap.Tak.Dihukum.Mati.1.
http://nasional.kompas.com/read/2008/11/11/10230112/Pengakuan.Sri.Rumiyati.Saya.Berharap.Tak.Dihukum.Mati.2.

Unknown mengatakan...

"

Saya Hirim ingin mengomentari perihal kasus mutilasi oleh Rumiyati.
Tentunya sebagai makhluk hidup yang bersosialisasi tentu masalah yang dihadapi manusia jika berkenaan dengan Keluarga dan Ekonomi akan berdampak sangat sensitif dan walaupun sedikit saja akan terasa amat berat untuk dihadapi. Apalagi jika kita berada dalam posisi Rumiyati(Bukannya saya mau membela Rumiyati). Sebagai istri keempat dan suami yang tidak dapat memberi nafkah lahir dan batin yang cukup, suami yang suka melakukan kekerasan fisik dan verbal, suami yang tidak menghormati dirinya sebagai seorang istri, tentu hidup akan terasa amat berat.
Sebenarnya dari awal seseorang mau menikah mereka harus mendiskusikan marital task management yaitu sebuah manajemen untuk mengatur pembagian pekerja dalam sebuah keluarga antara istri dan suami. Dalam kasus Rumiyati dan Hendra ini, mereka berdua tidak melakukan hal ini. Ibarat mau mengarungi lautan dengan kapal. Istri dan suami harus menjadi satu tim yang kompak dulu agar bisa mengarungi kehidupan mereka bersama. Apa lagi Hendra telah mempunyai 3 istri lain dimana dalam memilih pasangan kita harus selalu mempertimbangkan istilah dalam psikologi keluarga bahwa “more blended more complicated”. Semakin banyak istri Hendra tentu akan semakin sulit menjalani kehidupan yang tenang dengan Hendra.

Karena dalam berkeluarga tentu suami dan istri pasti mempunyai perbedaan yang harus bisa dikomunikasikan satu sama lain baik itu dalam bidang ekonomi, psikologis, sosial. Apalagi dengan keadaan Hendra yang sudah beristrikan 3 orang lain. Dimana istri-istri Hendra yang lain juga punya tuntutan yang sama terhadap Hendra. Dan pada kenyataanya memang pekerjaan sebagai seorang supir angkot tidak akan mampu untuk mencukupi 4 orang istri dan anak-anak pada zaman sekarang ini. Sehingga Hendra pun sering memarahi Rumiyati padahal dia sendiri marah akan dirinya yang tidak mampu membahagiakan anak-anak dan istri-istrinya (contoh: untuk membeli baju baru sebelum lebaran).
Rumiyati pasti sudah dikuasi oleh emosi kemarahan, kekecewaan, kebencian terhadap Hendra saat dia melakukan pembunuhan tersebut. Dengan membuang telapak tangan dan telapak kaki suami yang sering menampar dan menendangnya maka Ego Rumiyati dapat terselamatkan sehingga Rumiyati merasa aman secara psikologis karena tidak akan melihat telapak tangan dan kaki Hendra lagi.
Memang benar ada dampak negative dari media masa akan pemberitaan criminal kepada masyarakat. Masyrakat akan cendrung melakukan imitasi dalam cara melakukan pembunuhan dan penghilangan jejak karena merasa hal tersebut merupakan suatu aksi dengan tujuan dan target pencapaian yang sama. Rumiyati meniru cara Ryan Jombang membunuh karena tujuannya sama yaitu untuk menghilangkan jejak pembunuhan. Yang artinya Rumiyati mampu melakukan pemikiran kognitif tingkat tinggi dalam usahanya membunuh Hendra dan menghilangkan jejak pembunuhan. Yang artinya Rumiyati melakukan pembunuhan dan mutilasi ini dengan kesadaran.

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

Setelah menelaah lebih jauh mengenai kasus mutilasi yang dilakukan oleh seorang istri bernama Sri Rumiyati, kepada suaminya Hendra, ternyata kasus ini dilatarbelakangi oleh rasa cemburu serta tekanan-tekanan dalam rumah tangga yang telah menumpuk sangat banyak kemudian meledak. Ketidakpuasan dalam pernikahan, tentunya sangat terlihat jelas dalam pernikahan Hendra dan Rumiyati. Kondisi ekonomi Hendra, yang hanya seorang supir angkot, tentu membuat perekonomian keluarga mereka dapat dikatakan kurang baik, apalagi Hendra harus membaginya dengan istri lainnya, Dewi. Menurut saya, hal inilah yang kemudian menjadi pemicu marital conflict dalam pernikahan mereka. Ketidakpuasan dalam hal ekonomi yang kemudian seringkali memicu pertengkaran antara mereka. Menurut penuturan Yati, ia bahkan pernah menjadi sasaran amukan Hendra pada saat setoran angkot sedang sepi. Tak jarang pula Hendra menendang sambil memaki Yati pada saat Yati tengah shalat. Perlakuan Hendra yang memang kasar dan seringkali menjadikan Yati sebagai objek pelampiasan amarahnya, semakin membuat tidak adanya marital satisfaction dalam pernikahan mereka. Tidak hanya kekerasan secara fisik yang diberikan Hendra kepada Yati, namun juga kekerasan secara mental (psikologis). Yati menuturkan bahwa Hendra seringkali mengangkat telepon Dewi pada saat ia tengah berhubungan suami-istri dengannya, bahkan dengan tidak sungkan ia berbohong kepada Dewi bahwa Yati sedang tidak dirumah. Hal ini yang seringkali membuat Yati merasa terhina. Tak berhenti sampai situ, Hendra pun sering mengancam akan menyiksa dan menyakiti anak Yati, apabila Yati kabur dari rumah. Hal-hal inilah yang kemudian menurut saya menjadi tekanan-tekanan psikologis dalam pernikahan yang dialami oleh Yati yang juga tentunya menjadi penyebab kepuasan pernikahan (marital satisfaction) yang sangat rendah. Dari segi ekonomi, jelas sekali perekonomian keluarga ini tidak bisa dibilang tercukupi, dari segi psikologis, rasa aman dan nyaman yang seharusnya dirasakan Yati dalam pernikahan, tidak bisa ia dapatkan, bahkan Ia cenderung menerima siksaan kekerasan fisik dan mental.
Karena kekesalan yang sudah sangat bertumpuk tersebut, Rumiyati akhirnya kemudian meledak amarahnya pada saat Hendra pulang dari menarik angkot. Pada saat itu seperti biasa Yati membuatkan Hendra kopi. Saat itulah Hendra kemudian mengeluhkan masalah kondisi keuangan menjelang lebaran. Yati yang mendengar hal tersebut, sontak meminta Hendra untuk menceraikan dan memulangkan dirinya ke suami pertamanya. Hal itulah yang kemudian membuat Hendra menjadi marah dan kemudian memaki Yati. Hal ini yang kemudian memicu rasa sakit hati Yati. Selama ini ia merasa sudah menjadi istri yang cukup baik dan sabar bagi Hendra dengan tetap melayani apapun yang diinginkan Hendra. Pada saat Hendra tengah tidur dan Yati keluar rumah, tak sengaja Yati tersandung sebuah batu koral yang cukup besar. Dari situlah timbul niat Yati untuk membunuh Hendra, dengan perasaan yang masih sangat kesal pada saat itu. Akhirnya, ia memukul suaminya hingga tewas dengan menggunakan batu. Dari sini kita bisa melihat bahwa tekanan-tekanan psikologis dan fisik yang dialami oleh Yati selama pernikahan membuat ia depresi, namun posisinya sebagai seorang istri, membuat superego Yati tetap berusaha berbakti dengan suaminya. Alhasil, ia pun kemudian merepresi atau menekan amarah-amarah dan kekecewaannya tersebut. Hingga akhirnya, ia sudah merasa lelah secara psikologis dan ada stimulus yang memicu munculnya kembali sakit hati dan amarah yang dirasakan, kemudian mendorong Yati untuk melakukan perbuatan membunuh suaminya.

Unknown mengatakan...

Lebih lanjut, dari beberapa sumber yang saya baca, Yati yang kemudian bingung dengan apa yang harus dilakukan terhadap mayat korban, terinspirasi dari pelaku mutilasi asal Jombang, Ryan. Ia kemudian memotong mayat suaminya menjadi 13 bagian yang kemudian dibuangnya ke berbagai tempat yang berbeda. Hal inilah yang kemudian menunjukkan fenomena adanya imitasi (copy cat). Menurut salah satu sumber yang say abaca, perbuatan kejahatan ternyata tidak lepas dari adanya unsur imitasi, dimana menurut seorang sosiolog, Gabriel Tarde, “society is imitation”, yang berarti apabila masyarakat dicekoki dengan pemberitaan-pemberitaan kekerasan, maka ia pun akan terdorong untuk melakukan kekerasan. Lebih dari itu, proses imitasi yang memiliki delay effect (efek yang tertunda) pada orang dewasa, menyebabkan orang dewasa akan melakukan hal yang sama dengan apa yang ia lihat, ketika ia berada pada kondisi yang sama pula. Dalam hal ini, Yati yang sedang dalam kondisi yang sama (membunuh sesorang dan bingung dengan apa yang harus dilakukan dengan jasad korban), kemudian meniru Ryan yang pernah ia lihatnya di televisi dengan memutilasi korbannya. Hal ini yang kemudian menurut saya bisa menjadi bahan refleksi bagi media, dimana media harus lebih berhati-hati dalam membombardir masyarakat dengan pemberitaan-pemberitaan, khususnya pemberitaan kriminal.
Sumber :
http://detektifromantika.wordpress.com/2008/10/29/kronologi-mutilasi-mayasari-karena-tidak-adil-berbagi-kasih-dengan-keempat-istrinya/
http://nasional.kompas.com/read/2008/11/10080099/twitter.com
http://www.sarapanpagi.org/media-bisa-mengisnpirasi-kejahatan-vt2423.html

Unknown mengatakan...

sorry double comment, yg bagian pertama hilang pas gw cek lg

Unknown mengatakan...

Pelaku : Sri Rumiyati, 48 tahun
Pekerjaan : Pedagang ayam
Korban : Hendra, suami pelaku
Lokasi : Di dalam bus Mayasari Bhakti P64, jurusan Kalideres-Pulo Gadung
Modus : Pelaku cemburu karena sang suami menikah siri. Dengan batu koral, Sri memukul korban. Kemudian memotong tubuhnya menjadi 13 potongan dan menyebarnya ke Kali Baru, Gandaria, Pasar Rebo, dan Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur. Potongan tubuh tanpa kepala itu pun bersih dari darah.
Hukuman : 15 tahun, vonis 13 Juli 2009.
Pembunuhan dan mutilasi yang dilakukan oleh Sri terhadap suaminya muncul disebabkan adanya representasi dari konflik psikologis, diketahui bahwa Sri merupakan istri keempat Hendra yang merasa cemburu bahwa Hendra lebih memilih menghabiskan idul fitri dirumah istri ketiga daripada dirumahnya. Kasus ini sangat berkaitan dengan konflik status sosial dan konflik keuangan, Hendra yang masih berhubungan dengan istri ketiganya meskipun tinggal dengan Sri membuat pengeluaran Hendra berkali-kali lipat. Bekerja sebagai supir angkot membuat Hendra tidak mampu menafkahi istri-istrinya, selain itu sikap kasar Hendra membuat Sri merasa tidak dianggap sebagai istri semakin menjadi penguat alasan Sri membunuh Hendra. Terjadinya konflik dimana sebelum Hendra dibunuh adalah tidak adanya tanggung jawab Hendra sebagai suami dalam menafkahi Sri, seringnya prilaku kasar Hendra pada Sri, adanya prilaku kasar oleh istri ketiga Hendra pada Sri dan beberapa kali Sri mencoba kabur dari rumah tapi selalu dicegah oleh Hendra dengan mengancam akan membuat anak-anak dari pernikahan Sri yang sebelumnya menjadi cacat. Sri mengalami Symptomatic murder yaitu seseorang melakukan pembunuhan karena terjadinya konflik jiwa atau inner conflict, maksudnya adalah suatu konflik yang disebabkan oleh kebencian terhadap orang lain dan keinginan membalas dendam. Kebencian itu telah mengendap di dalam alam tak sadar. Bungkamnya Sri atas prilaku kasar Hendra pada dirinya membuat dirinya tidak merasa nyaman dan merasa direndahkan, muncul dibenaknya saat malam hari untuk membunuh Hendra. Sri melakukan pembunuhan terhadap Hendra ketika sang suami sedang tertidur pulas, ia memukul kepala Hendra dengan menggunakan batu koral sebagai senjata, Sri melemparkan batu koral ke kepala Hendra sebanyak dua kali untuk memastikan apakah benar Hendra sudah tewas. Merasa tidak yakin, Sri menggunakan gagang sapu dan menyodok-nyodokkan kebadan Hendra untuk meyakinkan dirinya dan memastikan ulang apakah Hendra benar sudah tewas karena pelemparan batu dikepalanya.Setelah memastikan bahwa Hendra benar-benar sudah tewas.

Unknown mengatakan...

Proses mutilasi yang dilakukan oleh Sri tidak langsung ia lakukan setelah membunuh Hendra, hingga subuh menjelang ia baru mulai merencanakan untuk memutilasi Hendra. Sri merasa takut akan dihakimi warga bila ia tahu bahwa suaminya tewas ditangannya sendiri, muncul dibenaknya akan proses peragaan adegan mutilasi oleh terdakwa Ryan jombang yang pernah ia saksikan disiaran televisi untuk menyingkirkan mayat suaminya. Salah satu penyebab kasus mutilasi ini akibat copy criminal cat, yakni sebuah tindak pelaku kejahatan dengan meniru yang sudah dilakukan pelaku sebelumnya akibat terinspirasi pada berita media yang menguraikan suatu tindakan kriminal yang berulang-ulang hingga menjadi bahan pembicaraan banyak orang. Sri langsung mencari golok untuk memotong tubuh Hendra yang jangkung itu, hal yang pertama ia potong adalah leher Hendra. Disini dapat dilihat bahwa Sri benar-benar ingin meyakinkan bahwa Hendra sudah tewas, karena dibagian leher merupakan bagian dari alur pernapasan manusia. Sri yang melakukan mutilasi mengaku bahwa ia tidak berani melihat mayat Hendra, ini dapat diketahui bahwa secara sadar Sri sendiri merasa takut dalam melakukan aksinya itu. Kepala Hendra segera dimasukkan kedalam kantong kresek oleh Sri dan disingkirkan ke dapur. Sri yang sebelumnya adalah pedagang potong ayam mengaku bahwa ia cukup lihay dalam memotong bagian tubuh suaminya itu, selanjutnya bagian tubuh yang ia potong adalah jari-jari Hendra. Hal ini dapat dilihat bahwa Sri menaruh kekesalan yang besar kepada Hendra yang kerap kali memukulnya dan menyulutkan rokok pada tubuhnya, Sri juga mengaku bahwa selama ia memotong jari tangan Hendra mengingatkan ia atas perlakuan kasar Hendra akan dirinya. Proses mutilasi ini tidak memakan waktu yang lama, kurang dari dua jam Sri dapat menyelesaikan 13 potongan bagian tubuh Hendra dengan rapih. Awalnya Sri mengaku bahwa ia ingin membuang bagian tubuh Hendra ke laut agar hilang jejak, tapi ia merasa kasian terhadap Hendra. Terlintas dibenaknya untuk membuang di dalam bus, karena Hendra memang bekerja ditransportasi tersebut. Hal ini kembali dapat dilihat, bahwa sebenarnya Sri masih dalam pikiran yang sadar dan masih merasa iba layaknya manusia normal meskipun ia sudah membunuh suaminya sendiri.
Setelah selesai melakukan proses mutilasi kepada Hendra, Sri memasukkan bagian tubuh Hendra ke dalam kardus. Ia melakukan beberapa tahap untuk membuang bagian tubuh suaminya itu. Pembuangan pertama dilakukannya diangkot mengarah kalideres, pembuangan kedua ia menitipkan kardus dibus jurusan Cirebon dengan mengatakan kepada kondektur bus bahwa sebentar lagi saudaranya menyusul, pembuangan ketiga Sri lakukan dari bus Pulo gadung mengarah ke Grogol, dan terakhir ia melakukan pembuangan bagian tubuh Hendra didalam taksi setelah ia turun dari bus Grogol, alasan Sri membuang bagian-bagian tubuh jasad Hendra agar ia segera ditemukan oleh pihak kepolisian. Sri memiliki keyakinan bahwa orang yang meninggaL secara tidak utuh arwahnya tidak tenang, hal ini yang membuat Sri merasa takut dan ingin membayar atas kesalahannya Setelah melakukan pembuangan terhadap jasad Hendra, Sri segera melarikan diri ke kampung halamannya. Ia merasa bersalah dan takut bila anak-anaknya mengetahui atas perbuatan kejinya itu.

Unknown mengatakan...

Awalnya polisi mengira bahwa tersangka pembunuhan Hendra adalah preman-preman yang sakit hati padanya, setelah ditelusuri lebih lanjut dan tiba-tiba Sri menghilang membuat Sri dicari-cari oleh kepolisisan. Sri kaget dengan keterangan dari kepolisian bahwa telah ditemuakan bagian-bagian tubuh Hendra yang diketahui adanya tato ditangannya, Sri kemudian mengakui bahwa ia adalah tersangka utama pelaku pembunuhan Hendra. Dapat diketahui, bahwa secara pendidikan dan sosial, Sri adalah orang awam yang masih berpikir adanya mistik ditengah cerita tentang pembunuhan, sehingga ia menyerahkan dirinya saat pencarian demi membayar atas kejahatan dirinya.
Hukuman yang diterima Sri atas perbuatannya adalah hukuman penjara selama 15 tahun, hal ini benar adanya dengan Tindak pidana (delik) pembunuhan di Indonesia diatur dalam Buku II Bab XIX tentang Kejahatan Terhadap Nyawa. Pasal 338 sampai dengan Pasal 350 KUHP Indonesia (selanjutnya ditulis KUHP). Bab ini meliputi pengaturan tentang:
a. Pasal 338 KUHP, mengatur tentang sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
b. Dalam KUHP, perbuatan mutilasi merujuk pada pembunuhan berencana (pasal 340) atau pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh suatu perbuatan pidana (pasal 339). Bisa juga hanya merujuk pada pembunuhan biasa (pasal 338).
http://nasional.kompas.com/read/2008/11/11/10230112/Pengakuan.Sri.Rumiyati.Saya.Berharap.Tak.Dihukum.Mati.2.
http://vano2000.wordpress.com/2010/09/18/teknik-profiling-mengungkap-pelaku-kriminal/
http://www.suaramerdeka.com/v2/index.php/read/cetak/2008/07/31/24377/Psikologi-Forensik-Kasus-Mutilasi
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6874/kriminologi-%28kejahatan-mutilasi%29
http://gagasanhukum.wordpress.com/2008/10/30/kejahatan-mutilasi/
http://angelinasinaga.wordpress.com/2013/04/30/perbandingan-delik-pembunuhan-menurut-kuhp-indonesia-jepang-dan-argentina/

Anonim mengatakan...

Putri Nurul
• Analisis Secara Global:
Menurut saya kasus di atas di latar belakangi dengan tidak hanya karena faktor cemburu, karena jika kasus ini hanya karena cemburu dengan istri ke 3 Hendra kejadiannya tidak separah ini. Menurut saya kasus ini memiliki latar belakang tambahan yang lebih detail. Dan saya mendunga adanya faktor-faktor tambahan seperti: dendam, rasa iri, sakit hati, merasa ter asingi, tidak adil. Mengingat SR ini adalah istri ke 4 dimana harusnya Hendra lebih mementingkan diri SR di banding istri ke 3 nya, tetapi hal ini malah berlaku sebaliknya. SR sepertinya sudah merencanakan kronologi pembunuhan dan akan di bawa ke mana jasad korbannya hal ini terbukti dari SR dapat membagi menjadi 4 lokasi membuangan jasad yaitu di dalam kendaraan. Sepertinya SR tidak melakukan hal ini secara sendiri karena jika SR membawa kantong plastik yang terlalu mencolok/ benda yang terlalu mencolok akan mencuri perhatian warga sekitar, lalu SR menempatkan di tempat-temtidak mungkin di lakukan dalam satu waktu yang hampir bersamaan. Jika SR melakukan hal itu dalam terminal jika SR naik turun mobil dengan berbeda-beda tanpa alasan yang jelas akan mencuri perhatian masyarakat yang ada di sekitar. SR dapat di jerat dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Dan bagi yang membantu akan terkena pasal 55 ayat 1 tentang orang yang ikut serta dalam tindak pidana, “Serta pasal 56 ayat 1 tentang orang yang membantu suatu tindak pidana.

• Disfungsi Psikologis
o Fungsi kognitif: SR sudah tidak dapat berpikir secara jernih bahwa membunuh itu suatu kesalahan dan melanggar hukum sehingga dia melakukan pembunuhan terhadap suaminya.
o Fungsi afektif: SR merasa cemburu karena suaminya H lebih memilih istri ke-3nya di bandingkan dirinya. Faktor lain karena SR merasa kecewa dengan H karena berlaku tidak adil terhadap dirinya.
o Fungsi konatif: Tidak mengalami gangguan, dapat berfungsi dengan baik


• Setelah saya menganalisis berdasarkan ciri yang ada maka saya mengambil kesimpulan bahwa SR melakukan hal ini secara sadar.

http://www.tempo.co/read/news/2012/03/15/064390307/
http://hukum.kompasiana.com/2012/02/18/siaran-pers-ourvoice-pembunuhan-bukan-karena-orientasi-seksual-440035.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan_dalam_rumah_tangga

Anonim mengatakan...

Berdasarkan berbagai sumber bacaan yang saya baca terkait dengan kasus mutilasi yang dilakukan seorang istri terhadap suaminya, yang terjadi di tahun 2008, Kasus ini terjadi lantaran sang pelaku yang juga merupakan istri korban (Rumiyati) cemburu saat korban, suaminya (Hendra) menghabiskan hari raya Idul fitri dengan istri ketiganya.
Kejahatan Mutilasi adalah jenis kejahatan yang tergolong sadis, dimana pelaku kejahatan tersebut tidak hanya membunuh atau menghilangkan nyawa orang lain melainkan iya juga memotong-motong setiap bagian tubuh si korbannya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka juga mengartikan "mutilasi" sebagai proses atau tindakan memotong-motong (biasanya) tubuh manusia atau hewan.
Maraknya metode Mutilasi ini digunakan oleh para pelaku kejahatan terjadi karena berbagai faktor, baik itu karena kondisi psikis dari seseorang dimana terjadi ganguan terhadap kejiwaan dari seseorang sehingga dapat melakukan tindakan yang dapat digologkan sebagai tindakan yang tidak manusiawi tersebut, karena faktor dari sosial, karena faktor ekonomi, atau karena keadaan rumah tangga dari pelaku.
Erlangga Masdiana menjelaskan, kasus maraknya pembunuhan disertai mutilasi adalah salah satu indikasi terjadinya proses peniruan (kemasan kejahatan) melalui media massa. Proses peniruan tersebut merujuk pula pada teori sosiolog asal Perancis, Gabriel Tarde, yang menyebut perilaku dalam masyarakat akan selalu saling tiru, tak terkecuali dalam hal perilaku kriminalitas. Dalam proses peniruan itulah media massa malah berperan sebagai fasilitator.
Menurut saya, maraknya kasus mutilasi yang telah terjadi sebelumnya dapat memberikan contoh pada kasus mutilasi yang terjadi pada kasus ini, Alasannya, pembaca atau penerima pesan media memiliki kecenderungan meniru apa yang mereka baca, dengar dan lihat. Seperti yang ditulis dalam sebuah tulisan yang mengatakan bahwa Sri Rumiyati alias Yati (48) bertutur kepada wartawan bahwa dirinya memutilasi Hendra, suaminya karena meniru Ryan, inspirasi tersebut didapatnya dari tayangan televisi dan juga dari koran. Ia berpikiran agar tidak repot, untuk menghilangkan jejak jenazahnya, maka ia potong-potong saja Hendra seperti dilakukan Ryan. Dalam hal ini terlihat peran media masa yang sangat bepengaruh.
Menurut teori psikoanalisis, tidak terpecahkannya konflik yang dihasilkan dalam trauma sejak masa kanak-kanak mengakibatkan ketidakteraturan kepribadian (mentaly disorder) dan tingkah laku agresif kepada seseorang. Apabila berbicara masalah perilaku yang agresif, kita tidak bisa lepas dari teori Freud, yaitu pada dasarnya manusia mempunyai dua insting dasar: insting seksual dan insting agresif.
Insting seksual atau libido adalah insting yang mendorong manusia untuk mempertahankan hidup, mempertahankan jenis, dan melanjutkan keturunannya. Adapun insting agresif adalah insting yang mendorong manusia untuk menghancurkan manusia lain (Nitibaskara,1999).
Berdasarakan teori ini, insting seksual dan agresif pada diri pelaku sangat terlihat dominan. Menurut saya, sang pelaku sebagai istri keempat merasa hasrat seksual dalam dirinya tidak terpenuhi dan terpuaskan mengingat banyaknya istri yang dimiliki korban. Ketidakpuasan secara seksual dan kekesalannya ini ia tumpahkan kedalam bentuk perilaku agresif yaitu mutilasi yang dilakukan kepada suaminya.

http://anjanie88.blogspot.com/2008/11/analisa-psikologi-seksualitas-pada_06.html
http://auliadithaayu.blogspot.com/2013/05/kasus-mutilasi-kriminologi-analisa.html

Unknown mengatakan...

Berdasarkan berbagai sumber bacaan yang saya baca terkait dengan kasus mutilasi yang dilakukan seorang istri terhadap suaminya, yang terjadi di tahun 2008, Kasus ini terjadi lantaran sang pelaku yang juga merupakan istri korban (Rumiyati) cemburu saat korban, suaminya (Hendra) menghabiskan hari raya Idul fitri dengan istri ketiganya.
Kejahatan Mutilasi adalah jenis kejahatan yang tergolong sadis, dimana pelaku kejahatan tersebut tidak hanya membunuh atau menghilangkan nyawa orang lain melainkan iya juga memotong-motong setiap bagian tubuh si korbannya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka juga mengartikan "mutilasi" sebagai proses atau tindakan memotong-motong (biasanya) tubuh manusia atau hewan.
Maraknya metode Mutilasi ini digunakan oleh para pelaku kejahatan terjadi karena berbagai faktor, baik itu karena kondisi psikis dari seseorang dimana terjadi ganguan terhadap kejiwaan dari seseorang sehingga dapat melakukan tindakan yang dapat digologkan sebagai tindakan yang tidak manusiawi tersebut, karena faktor dari sosial, karena faktor ekonomi, atau karena keadaan rumah tangga dari pelaku.
Erlangga Masdiana menjelaskan, kasus maraknya pembunuhan disertai mutilasi adalah salah satu indikasi terjadinya proses peniruan (kemasan kejahatan) melalui media massa. Proses peniruan tersebut merujuk pula pada teori sosiolog asal Perancis, Gabriel Tarde, yang menyebut perilaku dalam masyarakat akan selalu saling tiru, tak terkecuali dalam hal perilaku kriminalitas. Dalam proses peniruan itulah media massa malah berperan sebagai fasilitator.
Menurut saya, maraknya kasus mutilasi yang telah terjadi sebelumnya dapat memberikan contoh pada kasus mutilasi yang terjadi pada kasus ini, Alasannya, pembaca atau penerima pesan media memiliki kecenderungan meniru apa yang mereka baca, dengar dan lihat. Seperti yang ditulis dalam sebuah tulisan yang mengatakan bahwa Sri Rumiyati alias Yati (48) bertutur kepada wartawan bahwa dirinya memutilasi Hendra, suaminya karena meniru Ryan, inspirasi tersebut didapatnya dari tayangan televisi dan juga dari koran. Ia berpikiran agar tidak repot, untuk menghilangkan jejak jenazahnya, maka ia potong-potong saja Hendra seperti dilakukan Ryan. Dalam hal ini terlihat peran media masa yang sangat bepengaruh.
Menurut teori psikoanalisis, tidak terpecahkannya konflik yang dihasilkan dalam trauma sejak masa kanak-kanak mengakibatkan ketidakteraturan kepribadian (mentaly disorder) dan tingkah laku agresif kepada seseorang. Apabila berbicara masalah perilaku yang agresif, kita tidak bisa lepas dari teori Freud, yaitu pada dasarnya manusia mempunyai dua insting dasar: insting seksual dan insting agresif.
Insting seksual atau libido adalah insting yang mendorong manusia untuk mempertahankan hidup, mempertahankan jenis, dan melanjutkan keturunannya. Adapun insting agresif adalah insting yang mendorong manusia untuk menghancurkan manusia lain (Nitibaskara,1999).
Berdasarakan teori ini, insting seksual dan agresif pada diri pelaku sangat terlihat dominan. Menurut saya, sang pelaku sebagai istri keempat merasa hasrat seksual dalam dirinya tidak terpenuhi dan terpuaskan mengingat banyaknya istri yang dimiliki korban. Ketidakpuasan secara seksual dan kekesalannya ini ia tumpahkan kedalam bentuk perilaku agresif yaitu mutilasi yang dilakukan kepada suaminya.

Unknown mengatakan...

Tipe penganiaya terbagi menjadi dua, tipe yang pertama cenderung
sangat pencemburu dan takut ditinggalkan. Perasaan ini membuatnya
selalu curiga terhadap pasangan atau keluarganya. Ketakutan dan
kecemburuan ini memotivasi dirinya untuk menerapkan kontrol yang ketat
terhadap kontak sosial pasangannya dan membatasi aktivitasnya di luar
rumah. Dutton berpendapat bahwa banyak penganiaya yang menderita
borderline personality disorder, sebuah gangguan kepribadian yang
ditandai oleh hubungan tidak stabil, suasana hati yang naik turun
secara dramatik, ketakutan yang intens untuk ditinggalkan, dan ledakan
kemarahan yang impulsif. Mungkin akan nampak normal dipermukaannya,
tetapi kecemburuan dan suasana hatinya yang mudah berubah-ubah akan
muncul di dalam hubungannya yang intim. Dan untuk tipe penganiaya yang
kedua yaitu penganiaya psikopatik -menunjukkan kekerasannya dengan
tidak begitu selektif. Mereka secara umum terpredisposisi untuk
melakukan kekerasan terhadap orang-orang disekitarnya. Mereka
cenderung antisosial, rentan untuk berperilaku impulsif, dan memiliki
ketergantungan pada alkohol atau obat-obatan lainnya.

Penganiayaan ini dapat berujung pada pembunuhan, dimana dalam kasus
ini suami yang dalam kehidupan berumah tangga sering melakukan
penganiayaan terhadap istri, penganiayaan yang belangsung baik dalam
bentuk fisik maupun psikis. Dalam bentuk fisik yaitu dari pengakuan
tersangka yang memotong bagian tangan dan kaki korban bukan karena
untuk menghilangkan jejak sidik jari korban, melainkan karena rasa
sakit hatinya sering dipukuli oleh korban selama berumah tangga, dan
secara psikis dimana rasa cemburu bahwa korban memiliki istri lain
selain dirinya. Rasa keadilan yang seharusnya diberikan pada
masing-masing istri mungkin tidak terpenuhi dalam hal ini.

Kesempatan untuk membunuh terjadi ketika suami sedang dalam kondisi
lengah, misalnya sedang tertidur, maka istri dapat melampiaskan
kekesalannya selama ini dan kemudian membunuh suaminya. Dalam
psikologi forensik dikenal istilah Aggravating : keadaan (yang juga
disebut faktor) kejahatan atau pelaku kejahatan yang meningkatkan
keseriusan kejahatan atau derajat kesalahan pelaku kejahatan. Sebagai
contoh, di dalam kasus pembunuhan, perencanaan dan kebrutalan
kejahatan merupakan faktor-faktor yang memberatkan. Dalam kasus ini
pembunuhan dilakukan tidak terencana karena tidak adanya persiapan
untuk membunuh dan dilakukan dengan spontanitas oleh pelaku. Namun
berdasarkan kebrutalan pembunuhan yang terjadi tergolong dalam tingkat
yang cukup parah karena mutilasi yang dilakukan pelaku kemudian
membuang bagian-bagian tubuh korban dengan menyebarkannya secara acak.

BWS (Battered Woman Syndrome) yang dalam arti tertentu dapat dilihat
sebagai upaya untuk menjelaskan mengapa seorang wanita tidak mempu
untuk meninggalkan pria yang sering menganiayanya. Ketidakmampuannya
untuk pergi berasal dari ketakutannya bahwa bila ia pergi, suaminya
akan berusaha menemukannya dan membunuhnya. Selain itu, karena
kekerasan itu seringkali mengikuti siklus di mana suami menganiaya
istrinya, lalu minta maaf dan mengungkapkan penyesalannya, lalu
melakukan kekerasan lagi. Seorang wanita yang dianiaya cenderung
merasa terperangkap juga karena alasan tidak memiliki sumber daya
finansial untuk bertahan hidup sehingga wanita tersebut harus terus
bergantung kepada pasangan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan
anak-anak mereka meskipun ia harus menerima penyiksaan dan kekerasan
yang berlangsung hampir setiap hari. Melihat kasus ini kita dapat
berkaca pada kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Rita Felton yang
membunuh suaminya (sering menyiksa dan memukulinya) dengan menembak
kepala suaminya ketika sedang tertidur pulas di Amerika sekitar tahun
80-an. Namun berbedanya dari kasus ini bahwa dilakukan dengan
terencana dan dilakukan tanpa mutilasi.

SarmauliSR mengatakan...

Menurut saya...

Menurut Freud terdapat 2 insting, yaitu : insting Seksual dan Insting Agresi. Insting Seksual merupakan energi psikis yang ikut mendorong manusia (pasangan suami-istri) untuk aktif bertingkah laku dalam relasi seksual maupun kegiatan-kegiatan non seksual sebagai energi psikis, seks menjadi motifasi untuk bertingkah laku. Bila pasangan suami istri yang hubungan dalam seksualitasnya baik maka akan dapat tercipta hubungan yang harmonis, namun sebaliknya jika dalam hubungan seksualitas antara suami istri kurang baik maka akan timbul barbagai masalah. Sedangkan Insting Agresi adalah insting untuk membela diri, serta untuk menghancurkan apapun. Dalam kasus mutilasi yang dialami oleh Hendra, tidak disangka bahwa pelakunya adalah isti keempatnya. Hal ini dapat ditimbulkan karena masalah seksualitas dalam hubungan mereka. SR (pelaku sekaligus istri keempat korban) menyebutkan alasan mengapa ia membubuh suaminya sendiri dikarenakan sisuami (Hendra) tidak setia. SR dan suaminya sering ribut, walaupun telah mempunyai banyak istri namun Hendra masih suka bermain perempuan diluar.
Karena kebiasaan korban tersebutlah yang Insting Agresi SR muncul, membuat emosi SR naik dan menghabisi nyawa suaminya dengan cara memutilasi. Mutilasi adalah ”proses atau tindakan memotong-motong tubuh manusia atau hewan”. Hal itu tidak terbatas pada orang mati saja, tetapi bisa juga terjadi pada orang hidup. SR mendapatkan ide untuk memutilasi yang berasala dari media, dimana pada saat itu sedang familiarnya kasus Ryan Jombang, yang dimana Ryan adalah pelaku kasus mutilasi juga. Pada hal ini kita dapat melihat adanya imitasi perilaku sosial, dimana Media Massa dianggap sebagai salah satu agen yang amat berperan termasuk didalam kriminalitas.
SR lihai memotong korban menjadi 13 bagian, dikarenakan profesi pelaku sebagai tukang potong ayam. Pelaku membuang korban di berbagai angkutan, dikarenakan pelaku bermaksud agar korban dapat segera ditemukan dan dikuburkan dengan layak.
Berdasarkan perbuatannya SR mendapatkan hukuman penjara selama 15 tahun, hal ini berdasarkan Tindak pidana (delik) pembunuhan di Indonesia diatur dalam Buku II Bab XIX tentang Kejahatan Terhadap Nyawa. Pasal 338 sampai dengan Pasal 350 KUHP Indonesia (selanjutnya ditulis KUHP). Bab ini meliputi pengaturan tentang:
a. Pasal 338 KUHP, mengatur tentang sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
b. Dalam KUHP, perbuatan mutilasi merujuk pada pembunuhan berencana (pasal 340) atau pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh suatu perbuatan pidana (pasal 339). Bisa juga hanya merujuk pada pembunuhan biasa (pasal 338).

Anonim mengatakan...

Shafira
Dari kasus yang telah saya baca, menurut saya motif sri melakukan pembunahan adalah karena kecemburuan terhadap hendra suaminya, sri juga menyatakan bahwa hendra juga sering bersikap kasar dan tidak adil terhadapnya. dan lebih memberikan perhatian kepada istri ke tiganya, sri memutilasi hendra dengan cara membagi 13 potongan tubuhnya kedalam 8 kantong plastik.
Sri Rumiyati alias Yati bertutur kepada wartawan beberapa waktu lalu, ”Saya memutilasi Pak Hendra karena meniru Ryan, terutama dari tayangan televisi selain dari koran yang saya beli di angkot (angkutan kota). Daripada repot, untuk menghilangkan jejak jenazahnya, saya potong-potong saja Pak Hendra seperti dilakukan Ryan.

jasad Hendra terpotong 13 bagian dalam 8 kantong pelastik warna merah. Potongan mayat itu ditinggalkan Rumiyati dengan 2 kantong di bus Primajasa arah Bandung, 3 kantong salam 1 kardus di bus Prima Asli arah Cirebon, 2 kantong di bus patas Mayasari dan 1 kantong berisi kepala di belakang kursi kemudi taksi berwarna putih. dan Jasat Hendra ditemukan di bus kota Mayasari Bhakti tanpa kepala, tangan dan dubur, hal ini dilakukan, untuk menghilangkan jejak barang bukti yang menunjukkan potongan tubuh itu adalah Hendra.
Motif tindakan mutilasi memang beragam, dari sekadar menghilangkan jejak, hingga melibatkan emosi yang mendalam, seperti kecemburuan, kekecewaan, dan kemarahan.

Pada kenyataannya, belakangan ini mutilasi tidak hanya digunakan dalam suatu kebudayaan dimana terdapat unsur-unsur dan nilai-nilai estetika dan nilai filosofis, tetapi Mutilasi sudah termasuk kedalam suatu modus operandi kejahatan dimana para pelaku kejahatan menggunakan metode ini dengan tujuan untuk mengelabui para petugas, menyamarkan identitas korban sehingga sulit untuk dicari petunjuk mengenai identitas korban, serta meghilangkan jejak dari para korban seperti memotong bagian-bagian tubuh korban menjadi beberapa bagian, seperti kepala, tubuh dan bagian-bagian lain tubuh, yang kemudian bagian-bagian tubuh tersebut dibuang secara terpisah.

dakwaan primer pasal 340 KUHP yang berisi “Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, dancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.” Juga subsider pasal 338 KUHP yaitu “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.” dan lebih subsider pasal 351 ayat 3 KUHP yang berisi “Barang siapa yang melakukan penganiayaan Jika mengakibatkan kematian, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”.

http://dellneming1988.blogspot.com/2009/01/tinjauan-terhadap-kejahatan-mutilasi.html
http://journal424.wordpress.com/2013/02/10/maraknya-kasus-mutilasi-di-indonesia/

Unknown mengatakan...

Kasus mutilasi yang terjadi pada kasus ini sebenarnya didasari dari rasa sakit hati dan dendam yang dirasakan oleh Sri Mulyani kepada suaminya yang sering menyiksa fisik serta psikis dirinya dan ditambah bahwa suaminya lebih memberikan perhatian lebih kepada istrinya yang lain dan puncaknya suaminya merayakan hari raya Idul Adha bersama istri ke-4nya. Sebenarnya pemikiran memutilasi Sri timbul karena ia bingung untuk membuang jasad suaminya dan untuk memudahkannya. Pemikiran tersebut ia dapat karena ia mencontoh dari kasus Ryan Jombang dan mengikuti perilakunya tersebut untuk memutilasi mayat suaminya dan membuangnya ditempat yang terpisah.

Pemilihan tempat untuk membuang bagian tubuh suaminya pun dipilih agar suaminya dapat segera ditemukan dan agar dapat dikuburkan dengan layak. Seperti pengakuannya, ia tadinya berniat untuk membuang jasad suaminya ke laut tetapi niat tersebut diurungkan karena merasa kasihan bila nanti jasadnya tidak ditemukan dan dimakan ikan.

Menurut kriminolog Prof Ronny Rahman Nitibaskara, dalam menyelesaikan kasus kejahatan kriminolog tidak mengenal faktor penyebab tunggal (single factor caution), tapi dijawab oleh aneka faktor(multiple factor caution). Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah dari aspek psikologi pelakunya. Menurut teori psikoanalisis, tidak terpecahkannya konflik yang dihasilkan dalam trauma sejak masa kanak-kanak mengakibatkan ketidakteraturan kepribadian (mentaly disorder) dan tingkah laku agresif kepada seseorang. Apabila berbicara masalah perilaku yang agresif, kita tidak bisa lepas dari teori Freud, yaitu pada dasarnya manusia mempunyai dua insting dasar: insting seksual dan insting agresif. Insting seksual atau libido adalah insting yang mendorong manusia untuk mempertahankan hidup, mempertahankan jenis, dan melanjutkan keturunannya. Adapun insting agresif adalah insting yang mendorong manusia untuk menghancurkan manusia lain (Nitibaskara,1999).

Dari teori di atas cenderung pelaku membunuh dengan rasa benci atau dendam kepada korban, rasa dendam tersebut membuat sang pelaku ingin menghabisi sekaligus melenyapkan korban. Metode pemotongan ini di ambil untuk lebih mudah dalam menghilangkan jejak korban.Keadaan psikologis pelaku meliputi 2 sisi yang berbeda,:
Rasa benci dan dendam

Rasa benci dan dendam ini selalu bersamaan. Seorang pelaku memiliki rasa benci terhadap korban,hal ini dikarenakan perlakuan koraban terhadap sang pelaku yang membuat si pelaku tersiksa dan sakit hati. Hal tersebut menimbulkan dendam di hati pelaku. Sang pelaku mulai merencanakan untuk membalaskan dendam tersebut. Itulah mengapa tak jarang seorang istri membunuh suami. Perlakuan suami terhadap istri cenderung menuju ke fisik atau kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini telah terjadi baru – baru ini. Seorang istri memutilasi suaminya sendiri saat sang suami sedang tidur lelap.

Kesenangan atau fantasi pelaku

Selain rasa benci atau dendam sang pelaku juga memiliki rasa puas atau fantasi setelah membunuh korban. Seperti hal nya kasus Rian di jombang, korban yang di bunuh pelaku tidak sedikit. Ini membuktikan bahwa sang pelaku memiliki fantasi dalam membunuh dengan memutilasi korban.

Dalam kasus ini, Sri Rumiyati cenderung ke teori Benci dan dendam kepada suaminya. Itu terbukti dari pengakuan dirinya yang memang memendam rasa benci akibat perlakuan kasar suaminya serta rasa cemburunya akibat kurangnya perhatian si suami itu sendiri. Sedangkan Sri Rumiyati memutilasi suaminya dikarenakan awalnya bertujuan untuk membuang jasad suaminya yang lebih besar dari dia serta modelling dari media massa yang menampilkan kasus seseorang yang juga memutilasinya. Maka dari itu peran media massa dalam perilaku mutilasi yang dilakukan Sri berperan besar menurut saya.

http://arjunsakagoblog.wordpress.com/2012/08/10/mutilasi/
nasional.kompas.com/read/2008/11/11/10230112/Pengakuan.Sri.Rumiyati.Saya.Berharap.Tak.Dihukum.Mati.2
http://www.suaramerdeka.com/v2/index.php/read/cetak/2008/07/31/24377/Psikologi-Forensik-Kasus-Mutilasi

Fani Meyrina mengatakan...

"

Berdasarkan dari sumber informasi yang saya dapat dari internet, hal yang melatarbelakangi Rumiyati untuk membunuh dan memutilasi suaminya adalah dikarenakan perilaku suaminya terhadap Rumiyati semasa pernikahannya. Perilaku Hendra yang suka menganiaya dan semena-mena kpd Rumiyati yang berlangsung lama hingga akhirnya puncak kekesalan Rumiyati datang dalam bentuk pembunuhan dengan menggunakan batu besar yang dilempar ke kepala Hendra saat Hendra tidur. Rumiyati yang sering dianiaya oleh Hendra pernah beberapa kali kabur dari rumah namun tidak berhasil karena Hendra selalu berhasil membujuknya dengan berbagai alasan yang tidak bisa ditolak oleh Rumiyati. Salah satunya Hendra pernah mengancam akan menganiaya anak-anak Rumiyati sampai cacat jika Rumiyati kabur dari rumah. Dan jika penumpang Hnedra sepi, Hendra melampiaskan amarahnya kepada Rumiyati. Aktivitas di luar rumah yang mebuat Hendra kesal dan marah akan Hendra lampiaskan di rumah kepada Rumiyati. Kesabaran Rumiyati Rumiyati terhadap perlakuan Hendra kepadanya sudah habis. Pembunuhan ini dapat dikatakan sebagai pembunuhan yang mendadak. Awal mulanya Rumiyati tersandung batu di sekitar rumahnya. Kala itu entah mengapa terlintas dipikirannya untuk menggunakan batu besar tersebut untuk mengeluarkan amarahnya kepada suaminya yang sedang tidur. Sebelumnya, Rumiyati kesal krn Hnedra menerima telp dan berkata mesra kpd Dewi (salah satu istri Hendra) saat Hendra dan Rumiyati tengah berhubungan suami istri. Rumiyati benar-benar kesal kpd Hendra karna Hendra tidak tahu malu dan bertindak sesuka hati kepada Rumiyati. Setelah membunuh Hendra dengan sebuah batu besar, Rumiyati kemudian berpikir untuk meutilasi Hendra seperti apa yang pernah dilakukan oleh Ryan. Ia pernah menonton berita TV mengenai kasus Ryan yang menjelaskan bagaimana Ryan memutilasi korbannya menjadi beberapa potong. Lalu, Rumiyati meniru apa yg dilakukan Ryan dengan menggunakan golok pinjaman, Rumiyati memotong tubh hendra menjadi 3 bagian. Kemudian, bagian-bagian itu dibungan terpisah ke beberapa tempat. Menurut saya, perbuatan mutilassi yang dilakukan Rumiyati merupakah efek dari pengaruh media terhadap penontonnya. Pengaruh media yang ada pada Rumiyati adalah bahwa media yang mepertontonkan mengenai perilaku kekeraasan dapat mendorong penonton/pembaca media untuk melakukan kekerasan serupa seperti yang dijelaskan oleh media. Ini adalah salah satu contoh nyata bagaimana media dapat mempengaruhi pembaca/penonton media tersebut.

sumber informasi:
http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=413894b7e2c6dfc6e8a0e9f18287e3c4

http://nasional.kompas.com/read/2008/11/11/10080099/twitter.com

SarmauliSR mengatakan...

Menurut saya (Sarmauli Sri Rejeki)....

Menurut Freud terdapat 2 insting, yaitu : insting Seksual dan Insting Agresi. Insting Seksual merupakan energi psikis yang ikut mendorong manusia (pasangan suami-istri) untuk aktif bertingkah laku dalam relasi seksual maupun kegiatan-kegiatan non seksual sebagai energi psikis, seks menjadi motifasi untuk bertingkah laku. Bila pasangan suami istri yang hubungan dalam seksualitasnya baik maka akan dapat tercipta hubungan yang harmonis, namun sebaliknya jika dalam hubungan seksualitas antara suami istri kurang baik maka akan timbul barbagai masalah. Sedangkan Insting Agresi adalah insting untuk membela diri, serta untuk menghancurkan apapun.

Dalam kasus mutilasi yang dialami oleh Hendra, tidak disangka bahwa pelakunya adalah isti keempatnya. Hal ini dapat ditimbulkan karena masalah seksualitas dalam hubungan mereka. SR (pelaku sekaligus istri keempat korban) menyebutkan alasan mengapa ia membubuh suaminya sendiri dikarenakan sisuami (Hendra) tidak setia. SR dan suaminya sering ribut, walaupun telah mempunyai banyak istri namun Hendra masih suka bermain perempuan diluar.

Karena kebiasaan korban tersebutlah yang membuat Insting Agresi SR muncul, membuat emosi SR naik dan menghabisi nyawa suaminya dengan cara memutilasi. Mutilasi adalah ”proses atau tindakan memotong-motong tubuh manusia atau hewan”. Hal itu tidak terbatas pada orang mati saja, tetapi bisa juga terjadi pada orang hidup. SR mendapatkan ide untuk memutilasi yang berasala dari media, dimana pada saat itu sedang familiarnya kasus Ryan Jombang, yang dimana Ryan adalah pelaku kasus mutilasi juga. Pada hal ini kita dapat melihat adanya imitasi perilaku sosial, dimana Media Massa dianggap sebagai salah satu agen yang amat berperan termasuk didalam kriminalitas.

Dibawah ini adalah bagaimana cara SR membunuh korban :

Dipuncak kekesalannya pada akhir September silam, SR menjadi gelap mata. SR membunuh suaminya secara tidak sengaja atau tidak direncanakan. Suatu ketika suaminya meminta sang istri untuk mengerok dan memijit punggungnya, saat SR mengerok dan memijat Hendra langsung tertidur pulas.
Secara diam-diam SR mengambil sebongkah batu lalu menghantamkan kek kepala belakngnya (Hendra). Mendapat hantaman itu, Hendra atau sang suami yang berprofesi sebagai supir angkutan itu tewas seketika. Melihat korban berlumuran darah SR mengaku panik. Saat itulah timbul niatnya memotong-moton mayat Hendra.
Setelah dipotong menjadi 13 bagian, bagian-bagian tubuh korban dimasukkan tas plastik lalu dimasukkan lagi kedalam tiga buah kardus. SR juga mngaku kasur yang berlumuran darah dibuangnya kesungai tapi sebelumnya dipotong terlebih dahulu manjadi 2bagian.

SarmauliSR mengatakan...

(Lanjutan dari yang tadi)

Sekembalinya di rumah, SR membawa 3 kardus berisi potongan mayat korban menggunakan anggutan umum jurusan Kotabumi-Kalideres. Sesampainya di Kalideres Jakarta barat, SR lalu menaiki bus Mayasari bakti Jurusan Pulogadung dan meninggalkan satu kardus di bus itu. Lalu, di daerah Grogol SR pun turun dan menyetop taksi dan meminta untuk di antar ke terminal Kalideres.
Satu kardus lainnya ia tinggal di bagasi belakang taksi. SR kemudian pura-pura untuk hendah pulang mudik ke Cirebon, SR pun meminta tolong kepada kernet bus untuk menaruh kardus didalam bus. Lalu barulah SR pulang kembali kekontrakan.
Wanita berusia 39 tahun ini juga mengaku membuang bungkusan ke-4 di sebuah tempat sampah Kalideres. SR mengaku tidak tahu bungkusan mana yang berisi kepala, jeroan dan bagian tubuh yang lain.

SR lihai memotong korban menjadi 13 bagian, dikarenakan profesi pelaku sebagai tukang potong ayam. Pelaku membuang korban di berbagai angkutan, dikarenakan pelaku bermaksud agar korban dapat segera ditemukan dan dikuburkan dengan layak.

Berdasarkan perbuatannya SR mendapatkan hukuman penjara selama 15 tahun, hal ini berdasarkan Tindak pidana (delik) pembunuhan di Indonesia diatur dalam Buku II Bab XIX tentang Kejahatan Terhadap Nyawa. Pasal 338 sampai dengan Pasal 350 KUHP Indonesia (selanjutnya ditulis KUHP). Bab ini meliputi pengaturan tentang:
a. Pasal 338 KUHP, mengatur tentang sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
b. Dalam KUHP, perbuatan mutilasi merujuk pada pembunuhan berencana (pasal 340) atau pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh suatu perbuatan pidana (pasal 339). Bisa juga hanya merujuk pada pembunuhan biasa (pasal 338).
Sumber :
http://anjanie88.blogspot.com/2008/11/analisa-psikologi-seksualitas-pada_06.html
http://news.detik.com/read/2013/03/07/063748/2188054/10/5/5-kasus-mutilasi-di-jakarta-yang-berhasil-diungkap
http://yudicare.wordpress.com/2011/05/26/televisi-sumber-inspirasi-kejahatan/
http://budisansblog.blogspot.com/2013/04/mutilasi.html
http://forum.kompas.com/megapolitan/243487-5-kasus-mutilasi-yang-gegerkan-jakarta.html

Rmarianas mengatakan...

Dua tahun lebih berumah tangga dengan Hendra, Sri Rumiyati mengaku hanya merasa bahagia pada enam bulan pertama. Namun, satu setengah tahun terakhir, Sri Rumiyati merasa seperti hidup di neraka. Sri Rumiyati sering disiksa dan dianiaya. Penyebabnya biasanya bukan masalah besar. Satu waktu Hendra marah karena penumpang (angkot) sepi sehingga tak dapat setoran. Lain waktu, Hendra mengamuk karena kesal dengan orang lain di terminal, tapi Sri Rumiyati yang jadi sasaran kemarahannya. Yang paling aneh, kalau sampai di rumah Hendra mendapati Sri Rumiyati sedang shalat, pasti Hendra akan menendang Sri Rumiyati sambil memaki.

Namun, di antara semua itu, tak ada yang membuat Sri Rumiyati lebih terhina atas kelakuan Hendra yang mengangkat telepon dari Dewi ketika sedang berhubungan suami-istri dengan Sri Rumiyati. Sri Rumiyati mendengar semua percakapan mereka.
Hendra tidak sungkan sedikit pun. Kadang Hendra bahkan berbohong dan bilang bahwa ia sedang di luar rumah. Bayangkan bagaimana terhinanya Sri Rumiyati . Dewi memang sering telepon atau SMS, tanpa kenal waktu, dan dengan kata-kata yang tidak pantas.

Persoalan demi persoalan yang terus mendera membuat Sri Rumiyati sering ingin kabur. Namun, Hendra selalu mencari Sri Rumiyati dan meminta maaf. Pernah, Sri Rumiyati sembunyi di rumah sahabat, tetapi akhirnya Sri Rumiyati terpaksa pulang karena Hendra menyebar gosip, Sri Rumiyati membawa kabur uangnya Rp 3 juta.
Setiba di rumah, dengan enteng Hendra berujar, cerita uang hilang itu cuma rekaan belaka. Lain waktu, Sri Rumiyati mau kabur, tetapi ketahuan. Hendra lalu mengancam akan menganiaya anak-anak Sri Rumiyati sampai cacat. Ini menjadi beban buat Sri Rumiyati . Apalagi, Hendra juga bilang, punya ilmu kebal. Malah Hendra mencoba meyakinkan Sri Rumiyati dengan menyayat kulit tangannya, tetapi tidak terluka.

Puncak kekesalan Sri Rumiyati terjadi pada 27 September 2008. Hari itu Hendra pulang menarik angkutan jam 22.00. Sampai di rumah Hendra masuk untuk menyimpan surat-surat mobil, lalu mereka sama-sama mengelap mobil angkot milik mereka. Setelah itu, Sri Rumiyati bikinkan kopi kesukaannya. Saat sedang minum kopi Hendra mengatakan bahwa Ia sedang stress menjelang lebaran kurang dua hari pakaian anak-istri belum terbeli. Ditambah istri ketiga Hendra, Dewi minta ini-itu. Sri Rumiyati kemudian menanggapi perkataan Hendra untuk meninggalkan dirinya saja, ditambah mereka belum memiliki anak dan mengembalikan dirinya pada Andi secara baik-baik.Ternyata kalimat terakhir Sri Rumiyati itu membuatnya marah. Hendra memang gengsi menyerahkan Sri Rumiyati kembali kepada Andi karena terlanjur janji akan menjaga dan merawat Sri Rumiyati . Makanya Hendra tidak mau memulangkan Sri Rumiyati ke Andi. Penuh emosi, Hendra memaki-maki Sri Rumiyati dengan kalimat yang enggak pantas dan dalam bahasa Minang yang Sri Rumiyati tak mengerti artinya. Hendra pun memukuli Sri Rumiyati berulang kali. Jarinya juga mendorong kepala Sri Rumiyati berkali-kali. Meski begitu, Sri Rumiyati masih bisa menahan emosi. Sri Rumiyati terima saja karena sudah terbiasa.
Sehabis makan, Hendra minta Sri Rumiyati mengekop dirinya. Karena, Hendra mengeluh masuk angin. Kemudian Hendra tidur dengan badan telanjang. Sri Rumiyati pun lantas ikut tidur. Tak lama berselang, Hendra mengajak berhubungan suami-istri. Hendra bangun, duduk sebentar, lalu tertidur lagi. Sebenarnya Sri Rumiyati enggan melayaninya. Sri Rumiyati masih sakit hati.


15 Juni 2013 11.41

Rmarianas mengatakan...

Lanjutan posting sebelumnya

Tak berapa lama, Sri Rumiyati tahu Hendra mimpi dan mencumbu Sri Rumiyati. Sri Rumiyati terganggu dan bangun. Sri Rumiyati berkata “kamu mimpi ya” sambil mendorong Hendra karena kesal. Saat itu Sri Rumiyati yakin Hendra tidak sedang memimpikan Sri Rumiyati. Ini membuat Sri Rumiyati kesal. Sri Rumiyati berpikir, mengapa orang ini jahat sekali.

Saat itulah teringat semua perlakuan buruknya kepada Sri Rumiyati, termasuk hinaan-hinaan Dewi. Sri Rumiyati berpikir, kenapa dirinya masih saja dihina, padahal semua sudah ia lakukan. Makanannya selalu disediakan meski tidak dikasih uang. Pakaiannya pun tetap Sri Rumiyati cuci setiap hari. Di tempat tidur, Sri Rumiyati selalu siap melayani jam berapa pun. Sri Rumiyati juga ikut memikirkan utang-utangnya. Sri Rumiyati merasa sudah memberikan yang terbaik pada Hendra.

Sementara Hendra tertidur kembali, Sri Rumiyati pergi ke belakang rumah dan duduk di bangku sambil merokok. Saat masuk dan mencoba tidur lagi, ternyata tak bisa. Mungkin karena perasaan masih jengkel. Sri Rumiyati lalu jalan ke luar rumah, ke kamar mandi untuk buang air. Saat hendak kembali ke rumah, Sri Rumiyati tersandung batu koral sebesar kepala manusia yang biasanya digunakan sebagai bahan pondasi rumah. Batu itu membuat Sri Rumiyati nyaris terjatuh. Di sinilah semuanya bermula. Rasa kecewa, kemarahan, dan dendam yang menjadi motivasi utama Sri Rumiyati melakukan pembunuhan dan memutilasi Hendra, suaminya.

Sri Rumiyati alias Yati (48) bertutur kepada wartawan bahwa dirinya memutilasi Hendra, suaminya karena meniru Ryan, inspirasi tersebut didapatnya dari tayangan televisi dan juga dari koran. Ia berpikiran agar tidak repot, untuk menghilangkan jejak jenazahnya, maka ia potong-potong saja Hendra seperti dilakukan Ryan.

Sri Rumiyati menghilangkan kedua telapak tangan Hendra bukan untuk menghilangkan sidik jari, tetapi karena menurutnya kedua telapak tangan Hendra sering menampar dirinya. Ia juga menghilangkan kedua telapak kakinya karena sering buat menendang dirinya.

Kepala Unit Satu Kejahatan dengan Kekerasan Polda Metro Jaya Komisaris Jarius Saragih, mengatakan, selama pengalamannya memeriksa pelaku kriminal, pelaku kejahatan memang lebih cepat terinspirasi dan lebih mudah meniru sajian tayangan televisi ketimbang membaca berita atau informasi dari media cetak.

Menurut Abdul Mun’im Idris, dokter ahli forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), latar belakang pembunuhan bisa bermacam-macam, mungkin karena dendam, amarah, atau hal lainnya. Namun, ide memutilasi korban baru ada ketika sudah terjadi pembunuhan, dengan tujuan utama untuk menghilangkan jejak. Cara ini diyakini diilhami dari kasus serupa sebelumnya yang banyak diekspos di media massa. Peniruan atau imitasi (copycat) kejahatan itu menurut Ade Erlangga Masdiana, kriminolog, merujuk pula pada teori imitasi oleh sosiolog asal Perancis, Gabriel Tarde (1843-1904). Society is imitation. Masyarakat selalu dalam proses meniru. Ketika orang tiap hari dicekoki nilai-nilai keras, kasar, masyarakat pada akhirnya meniru, Proses peniruan tersebut merujuk pula pada teori sosiolog asal Perancis, Gabriel Tarde, yang menyebut perilaku dalam masyarakat akan selalu saling tiru, tak terkecuali dalam hal perilaku kriminalitas. Dalam proses peniruan itulah media massa malah berperan sebagai fasilitator.

Rmarianas mengatakan...

Lanjutan posting sebelumnya :

Menurut sumber (http://news.detik.com) kuasa hukum tersangka Haposan Hutagalung menyatakan kondisi kejiwaan dari tersangka mutilasi di bus Mayasari Bhakti, Sri Rumiyati (48) dalam kondisi normal. Sri Rumiyati ketika diwawancarai wartawan kerap menitihkan air mata saat menceritakan alasan perbuatannya. Juga saat rekonstruksi peristiwa memperagakan 58 adegan pembunuhan sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Mulai cara tersangka menghabisi korban suaminya Hendra, hingga saat tersangka memutilasi secara sadis dan hendak membuang sejumlah potongan tubuh korban. Sri Rumiyati juga nampak tak kuasa menahan haru saat memperagakan sejumlah adegan dalam reka ulang ini. Dapat dilihat adanya rasa penyesalan pada diri tersangka.

Secara epistemologi, fenomena mutilasi menunjukkan keterkaitan antara berbagai aspek yaitu emosi, psikologis, kepribadian dan pola pikir manusia dalam berinteraksi dengan manusia lain. Apabila saat emosi negatif manusia tidak dapat mengendalikannya maka akan membuat kondisi psikologisnya tidak stabil, sehingga tingkah laku yang muncul seringkali tidak terkendali. Dalam hal ini manusia sulit untuk berpikir secara rasional dan lebih mengedepankan emosi daripada akal. Apalagi bila di dalam dirinya muncul rasa iri, kecewa, dendam dan amarah, hal ini dapat menjadi pemicu tindakan-tindakan yang bahkan tidak masuk akal. Dalam kasus mutilasi, kita dapat melihat bahwa mutilasi merupakan bentuk dari pelampiasan perasaan amarah yang tidak dapat dikendalikan. Seringkali korbannya adalah orang-orang dekat yang sering berinteraksi dengan pelaku. Karena sering berinteraksi maka dimungkinkan sering pula mengalami konflik yang dapat memicu tindakan mutilasi.



Sumber Bacaan :
http://journal424.wordpress.com/2013/02/10/maraknya-kasus-mutilasi-di-indonesia/
http://nasional.kompas.com/read/2008/11/11/10080099/Pengakuan.Sri.Rumiyati.Saya.Berharap.Tak.Dihukum.Mati.1.
http://www.sarapanpagi.org/media-bisa-menginspirasi-kejahatan-vt2423.html
http://news.detik.com/read/2008/10/28/144957/1027235/10/kondisi-kejiwaan-sri-rumiyati-normal?nd771104bcj
http://www.indosiar.com/fokus/keluarga-korban-histeris-saat-rekonstruksi_77163.html

chairnisa mengatakan...

(part 1)


Kasus yang menyeret Sri Rumiyati menjadi tersangka adalah mutilasi. Dalam konteks hukum pidana, pengertian mutilasi tergambar dalam Black Law Dictionary. Dalam kamus tersebut mutilasi diartikan sebagai the act of cutting off or permanently damaging a body part, esp. an essential one. Sedangkan dalam KUHP, perbuatan mutilasi merujuk pada pembunuhan berencana (pasal 340) atau pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh suatu perbuatan pidana (pasal 339). Bisa juga hanya merujuk pada pembunuhan biasa (pasal 338). Dari dua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa mutilasi atau amputasi adalah suatu keadaan, kegiatan yang secara sengaja memisahkan, memotong, membedah atau membuang satu atau beberapa bagian dari tubuh yang menyebabkan berkurang atau tidak berfungsinya organ tubuh.
Tindakan yang dilakukan oleh Sri Rumiyati di latarbelakangi oleh rasa dendamnya terhadap korban yang terus-menerus melakukan kekerasan terhadap dirinya. Tindakan tersebut dilakukan Sri sebagai puncak kemarahannya dan sebagai akumulasi dari kekesalannya terhadap korban. Sehingga ketika saatnya tiba, Sri kalap dan melakukan tindakan tersebut.
Kasus mutilasi yang dilakukan oleh Sri Rumiyati masuk ke dalam jenis mutilasi defensif (defensive mutilation), atau disebut juga sebagai pemotongan atau pemisahan anggota badan dengan tujuan untuk menghilangkan jejak setelah pembunuhan terjadi. Motif rasional dari pelaku adalah untuk menghilangkan tubuh korban sebagai barang bukti atau untuk menghalangi diidentifikasikannya potongan tubuh korban. Menurut pengakuannya, Sri melakukan tindakan tersebu karena saat itu panik dan bingung mau diapakan mayat korban.
Pakar psikologi forensik Reza Indra Giri Amriel mengatakan, terdapat dua kemungkinan pelaku nekat memotong-motong tubuh korban. Apakah mutilasi dilakukan atas dasar ekspresi kemarahan yang luar biasa atau hanyalah bentuk kepanikan seusai melakukan pembunuhan. Dalam kasus ini, pemicunya adalah instrumental (panik). Pelaku memutilasi karena panik setelah membunuh. Akhirnya, korban dimutilasi untuk menghilangkan jejak. Perbedaan di antara keduanya, kata Reza, terkait dengan perlakuan korban dan pelaku semasa hidup. Mutilasi dipilih karena telah kepalang tanggung membunuh dan lebih untuk menghilangkan jejak. Reza mengatakan, untuk mengetahui hal itu, selain mencari identitas korban, polisi harus mulai berangkat mencari petunjuk dari luka sayatan yang ada di tiap potongan.

chairnisa mengatakan...

(part 2)


Media disebut salah satu pendorong dominan dalam perilaku kejahatan, termasuk mutilasi. Sri Rumiyati mengaku memutilasi karena terinspirasi Ryan, yang memutilasi Heri Santoso. Ade Erlangga Masdiana, kriminolog dari Universitas Indonesia menerangkan, media menjadi alat pembelajaran bagi pelaku dalam mengemas perbuatan kriminal. Erlangga menjelaskan, mekanisme peniruan atau imitasi terjadi baik secara langsung (direct effect) maupun tertunda (delayed effect). Pada anak-anak, media memberikan dampak langsung, sedangkan pada orang dewasa, dampaknya tertunda. ”Orang dewasa bisa melakukan hal yang sama seperti di televisi ketika ia berada pada kondisi yang serupa seperti peristiwa di televisi itu,” kata Erlangga.
Reza Indra Giri Amriel juga sependapat bahwa salah satu penyebab kasus mutilasi ini akibat copy criminal cat, yakni sebuah tindak pelaku kejahatan dengan meniru yang sudah dilakukan pelaku sebelumnya akibat terinspirasi pada berita media yang menguraikan suatu tindakan kriminal yang berulang-ulang hingga menjadi bahan pembicaraan banyak orang. Peniruan atau imitasi (copycat) kejahatan itu menurut Erlangga, merujuk pula pada teori imitasi oleh sosiolog asal Perancis, Gabriel Tarde (1843-1904). ”Society is imitation. Masyarakat selalu dalam proses meniru. Ketika orang tiap hari dicekoki nilai-nilai keras, kasar, masyarakat pada akhirnya meniru,” kata Erlangga.

sumber:
http://www.suaramerdeka.com/v2/index.php/read/cetak/2008/07/31/24377/Psikologi-Forensik-Kasus-Mutilasi
http://megapolitan.kompas.com/read/2013/03/06/13013656/twitter.com
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6874/kriminologi-(kejahatan-mutilasi)
http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=413894b7e2c6dfc6e8a0e9f18287e3c4
http://www.beritaindonesia.co.id/nasional/315-mutilasi-dan-media-massa
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37031/3/Chapter%20I.pdf

Anonim mengatakan...

kasus mutilasi akhir-kashir ini sungguh sangat memperihatinkan, nyawa seseorang bisa dengan mudahnya melayang begitu saja, bahkan media cetak maupun elektronik dengan sangat cepatnya menyebarkan berita-berita tentang mutilasi dari seluruh daerah diindonesia bahkan dari seluruh penjuru dunia.

terkait dengan kasus mutilasi terhadap hendra yang dibunuh oleh istrinya sendiri yakni Sri Rumiyat lebih didasarkan faktor sakit hati yang selalu dipendamnya akibat ulah suaminya yang selalu menyakiti dan mengancam Sri Rumiyati. Disampning itu rasa cemburu akibat hendra lebih menyintai istri ketiganya dibandingkan dengan sri rumiyati.

Kekesalan, kekecewaan, dan kemarahan yang bercampuraduk dan selalu ditahan oleh sri rumiyati akan berakibat fatal. Sri rumiyati selalu menggunakan defense mechanisme. Dalam buku Psikologi Kepribadian oleh Alwisol pada tahun 2007, defence mechanism memiliki tiga ciri, yaitu mekanisme pertahanan tersebut bekerja pada tingkat tak sadar, mekanisme pertahanan selalu menolak, memalsu, atau memutarbalikkan fakta, mekanisme pertahanan mengubah persepsi seseorang sehingga kecemasan menjadi kurang mengancam.

Sigmund Freud menjelaskan ada tujuh mekanisme pertahanan, yaitu:

Identification. Identification : dapat juga disebut dengan Stockholm Syndrome, yakni para korban penculikan tidak merasa marah dengan penculikan mereka, tapi mereka malah merasa bersimpati terhadap para penculiknya. Ini merupakan pengadopsian, tapi dari sisi negatif.

Displacement: Secara sederhana dapat digambarkan, mekanisme ini mengganti obyek untuk meredakan kecemasan. Sumber dan tujuan dari insting selalu tetap dan sama, hanya objek selalu berubah. Hal ini dikarenakan obyek pengganti jarang dapat memberi kepuasan atau mereduksi kecemasan seperti obyek aslinya.

Repression: Repression berarti menekan segala sesuatu sehingga kecemasan dapat keluar dari kesadaran.

Fixation: Terhentinya perkembangan normal pada tahap perkembangan tertentu karena perkembangan selanjutnya sangat sulit dan penuh tekanan serta kecemasan. Kecemasan dan frustasi membuat banyak dewasa yang memilih untuk tetap tinggal dengan orangtuanya merupakan salah satu contoh dari fixation.

Regression: Seseorang akan berusaha untuk kembali ke masa yang nyaman dan aman menurutnya ketika menghadapi masalah. Biasanya, seseorang akan kembali ke masa kanak-kanak. Hal ini dapat dilihat, ketika ada seorang mahasiswa yang menggigiti kuku jari tangan ketika mengalami kecemasan dan stres.

Reaction formation: Tindakan defensif dengan cara merubah perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan perasaan lawan. Misalnya, merubah benci menjadi cinta, rasa bermusuhan menjadi rasa persahabatan. Seorang suami yang membenci istrinya akan membelikan hadiah dan mencumbu istrinya secara berlebihan.

Projection: Mekanisme ini merupakan kecenderungan untuk menyalahkan orang lain atas apa yang seseorang rasakan. Contohnya adalah ketika seorang suami menyukai dan berselingkuh dengan perempuan lain, dia akan mencemburui dan menuduh istrinya menyeleweng.

Dalam kasus mutilasi ini sri rumiyati sering menggunakan defense mechanisme sehingga ketika pada titik tertentu, sri rumiyati sudah sangat tertekan dan sakit
Zahid Al Amin

hati secara tidak sengaja tersandung batu, dan seketika terlintas untuk memutilasi suaminya. Ditambah lagi dengan tayangan-tayangan yang ada di media cetak dan elektronik yang dengan sangat cepatnya menyebarkan berita-berita korban mutilasi sehingga sri rumiyati ikut meniru tindakan mutilasi yang dilakukan oleh salah satu tersangka mutilasi yakni rian.

Anonim mengatakan...

Zahid Al Amin

kasus mutilasi akhir-kashir ini sungguh sangat memperihatinkan, nyawa seseorang bisa dengan mudahnya melayang begitu saja, bahkan media cetak maupun elektronik dengan sangat cepatnya menyebarkan berita-berita tentang mutilasi dari seluruh daerah diindonesia bahkan dari seluruh penjuru dunia.

terkait dengan kasus mutilasi terhadap hendra yang dibunuh oleh istrinya sendiri yakni Sri Rumiyat lebih didasarkan faktor sakit hati yang selalu dipendamnya akibat ulah suaminya yang selalu menyakiti dan mengancam Sri Rumiyati. Disampning itu rasa cemburu akibat hendra lebih menyintai istri ketiganya dibandingkan dengan sri rumiyati.

Kekesalan, kekecewaan, dan kemarahan yang bercampuraduk dan selalu ditahan oleh sri rumiyati akan berakibat fatal. Sri rumiyati selalu menggunakan defense mechanisme. Dalam buku Psikologi Kepribadian oleh Alwisol pada tahun 2007, defence mechanism memiliki tiga ciri, yaitu mekanisme pertahanan tersebut bekerja pada tingkat tak sadar, mekanisme pertahanan selalu menolak, memalsu, atau memutarbalikkan fakta, mekanisme pertahanan mengubah persepsi seseorang sehingga kecemasan menjadi kurang mengancam.

Sigmund Freud menjelaskan ada tujuh mekanisme pertahanan, yaitu:

Identification. Identification : dapat juga disebut dengan Stockholm Syndrome, yakni para korban penculikan tidak merasa marah dengan penculikan mereka, tapi mereka malah merasa bersimpati terhadap para penculiknya. Ini merupakan pengadopsian, tapi dari sisi negatif.

Displacement: Secara sederhana dapat digambarkan, mekanisme ini mengganti obyek untuk meredakan kecemasan. Sumber dan tujuan dari insting selalu tetap dan sama, hanya objek selalu berubah. Hal ini dikarenakan obyek pengganti jarang dapat memberi kepuasan atau mereduksi kecemasan seperti obyek aslinya.

Repression: Repression berarti menekan segala sesuatu sehingga kecemasan dapat keluar dari kesadaran.

Fixation: Terhentinya perkembangan normal pada tahap perkembangan tertentu karena perkembangan selanjutnya sangat sulit dan penuh tekanan serta kecemasan. Kecemasan dan frustasi membuat banyak dewasa yang memilih untuk tetap tinggal dengan orangtuanya merupakan salah satu contoh dari fixation.

Regression: Seseorang akan berusaha untuk kembali ke masa yang nyaman dan aman menurutnya ketika menghadapi masalah. Biasanya, seseorang akan kembali ke masa kanak-kanak. Hal ini dapat dilihat, ketika ada seorang mahasiswa yang menggigiti kuku jari tangan ketika mengalami kecemasan dan stres.

Reaction formation: Tindakan defensif dengan cara merubah perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan perasaan lawan. Misalnya, merubah benci menjadi cinta, rasa bermusuhan menjadi rasa persahabatan. Seorang suami yang membenci istrinya akan membelikan hadiah dan mencumbu istrinya secara berlebihan.

Projection: Mekanisme ini merupakan kecenderungan untuk menyalahkan orang lain atas apa yang seseorang rasakan. Contohnya adalah ketika seorang suami menyukai dan berselingkuh dengan perempuan lain, dia akan mencemburui dan menuduh istrinya menyeleweng.

Dalam kasus mutilasi ini sri rumiyati sering menggunakan defense mechanisme sehingga ketika pada titik tertentu, sri rumiyati sudah sangat tertekan dan sakit
hati secara tidak sengaja ia tersandung batu, dan seketika terlintas untuk memutilasi suaminya. Ditambah lagi dengan tayangan-tayangan yang ada di media cetak dan elektronik yang dengan sangat cepatnya menyebarkan berita-berita korban mutilasi sehingga sri rumiyati ikut meniru tindakan mutilasi yang dilakukan oleh salah satu tersangka mutilasi yakni rian.

Unknown mengatakan...

Motif dan alasan pelaku sebenarnya adalah masalah dalam rumah tangga. Bisa jadi ia sangat sakit hati atau sangat dendam. Sebenarnya banyak alasan yang bisa memotivasi pelaku untuk melakukan mutilasi, rasa cemburu, dendam, suami yang ringan tangan, seksualitas yang tak tersalurkan, dan mungkin nafkah yang kurang dalam kebutuhan sehari-hari. Bisa jadi itu adalah salah satu alasan pelaku melakukan mutilasi, karena pelaku sudah berumah tangga selain karena ia adalah istri keempat dan suaminya adalah ringan tangan dan hanya seorang supir angkot. Pelaku tergolong berani dan tidak ada rasa takut ketika membawa potongan tubuh. Sebab, yang namanya daging itu kan barang mudah berbau. Kalau dibiarkan berlama-lama di dalam bus pasti akan mudah tercium penumpang lain.
Bisa jadi, pelaku memang tidak mempunyai cukup alat atau sarana untuk membuang potongan tubuh korban yang lebih aman, seperti tas koper atau mobil pribadi maupun taksi. Jika ini benar, kemungkinan pelakunya berasal dari masyarakat kelas bawah yang tak punya ongkos untuk menumpang taksi sekali pun. Kalau pun benar ia berasal dari kelompok kelas bawah, membawa-bawa daging segar ke dalam bus yang penuh sesak saat arus mudik seperti sekarang ini tetap diperlukan keberanian luar biasa. Selain itu menurut saya pelaku adalah seorang eksibionis yang justru merasa puas kalau bisa menunjukkan dirinya hebat. Mungkin ia ingin membuat media massa gempar dan masyarakat mengakui keberaniannya.
Kecanggihan atau bahkan tingkat sadisme pelaku mutilasi yang korbannya ditemukan di dalam bus Mayasari Bhakti itu juga bisa dilihat dari caranya memotong-motong tubuh korban. Berbeda dengan kasus mutilasi sebelumnya yang biasanya dipotong di persendiannya, dalam kasus terakhir ini pemotongan dilakukan dengan menyayat dan mengiris daging korban seperti halnya mencincang daging hewan. Melihat cara pemotongannya, bukan tidak mungkin tingkat kemarahan pelaku pada korban sudah sangat luar biasa. Bisa jadi ia sangat sakit hati atau sangat dendam. Selain profesional dan sadis, pelaku tampaknya juga tergolong orang nekat dan berani. Hal ini dikarenakan media massa yang terlalu berlebihan dalam menayangkan berita, terutama dalam menayangkan berita kekerasan dan pembunuhan. Sehingga banyak terjadi copying dan menimbulkan keberanian seseorang dalam melakukan mutilasi.
Sumber informasi:
http://anjanie88.blogspot.com/2008/11/analisa-psikologi-seksualitas-pada_06.html
http://www.sarapanpagi.org/media-bisa-menginspirasi-kejahatan-vt2423.html

Unknown mengatakan...

lanjutan..
Sri Rumiyati alias Yati (48) bertutur kepada wartawan beberapa waktu lalu, ”Saya memutilasi Pak Hendra karena meniru Ryan, terutama dari tayangan televisi selain dari koran yang saya beli di angkot (angkutan kota). Daripada repot, untuk menghilangkan jejak jenazahnya, saya potong-potong saja Pak Hendra seperti dilakukan Ryan.”

Yati adalah tersangka kasus mutilasi terhadap suaminya, Hendra. Sejumlah potongan tubuh Hendra dibuang Yati di kolong kursi Bus Mayasari Bhakti P-64 dan ditemukan warga pada 23 September 2008.

Yati melanjutkan lagi. ”Saya menghilangkan kedua telapak tangan dia bukan untuk menghilangkan sidik jari, tetapi karena kedua telapak tangannya sering buat menampar saya. Saya juga menghilangkan kedua telapak kakinya karena sering buat menendang saya.”

Kepala Unit Satu Kejahatan dengan Kekerasan Polda Metro Jaya Komisaris Jarius Saragih, Sabtu (8/11), mengatakan, selama pengalamannya memeriksa pelaku kriminal, pelaku kejahatan memang lebih cepat terinspirasi dan lebih mudah meniru sajian tayangan televisi ketimbang membaca berita atau informasi dari media cetak.

Hal senada diungkapkan dokter ahli forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Abdul Mun’im Idris. Ia mengatakan, kasus mutilasi sudah ada sejak tahun 1970-an. Namun, paling kerap terjadi tahun ini karena nyaris setiap bulan ada kasus mutilasi. Yang ia tangani saja sudah delapan kasus sepanjang tahun 2008.

Menurut Mun’im, latar belakang pembunuhan bisa bermacam-macam, mungkin karena dendam, amarah, atau hal lainnya. Namun, ide memutilasi korban baru ada ketika sudah terjadi pembunuhan, dengan tujuan utama untuk menghilangkan jejak. Cara ini diyakini diilhami dari kasus serupa sebelumnya yang banyak diekspos di media massa.

”Yati, misalnya, ketika kami periksa, dia memang mengaku mengikuti kasus Ryan dari televisi dan media cetak, tetapi setelah membunuh suaminya. Segera terbayang tayangan kasus Ryan ketika memutilasi. Bayangan Ryan memutilasi inilah yang merangsang dia meniru segera,” kata Saragih.

Saragih memberi contoh lain, yaitu ketika dia menjabat Kepala Investigasi Detasemen 88 Antiteror, ia menangkap pelaku pengeboman di restoran cepat saji di Kramat Jati, Jakarta Timur. Pelaku mengaku bukan anggota jaringan teroris dan hanya meniru pembuatan bom dari televisi.

”Lihat, ikuti, lihat, ikuti. Ibaratnya, tayangan televisi itu mudah diterima semua umur, sedangkan media cetak dipengaruhi penggunaan bahasanya. Bahasa cetak kadang kurang komunikatif bagi pembaca, apalagi yang berlatar pendidikan kurang memadai, juga ada risiko lupa,” kata Kepala Satuan Kejahatan dengan Kekerasan Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Fadhil Imran.


Petak umpet

Fadhil Imran mengatakan, dalam kasus mutilasi Hendra, polisi melihat ”gairah Yati bermain”. Setelah memutilasi korban, dia rajin mengikuti kasusnya lewat tayangan televisi dan media cetak.

Saat muncul berita yang menyatakan pelaku diduga memakai celana pendek dan merokok, maka Yati mengatakan kepada tetangga dan kawan-kawan dekat korban bahwa suaminya pergi dengan seorang perempuan cantik yang bercelana pendek dan suka merokok.

”Kami sempat terkecoh karena sebagian saksi yang kami periksa adalah orang-orang yang tertipu pernyataan Yati. Yati sendiri kemudian mengubah perilaku dan penampilannya. Menurut dia, strategi itu juga ia pelajari dari Ryan,” kata Fadhil.